Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Freeport Indonesia (PTFI) tengah menjajaki pinjaman dari perbankan guna membiayai pembangunan pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter). Smelter tembaga yang berlokasi di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur itu diestimasikan menelan biaya investasi hingga US$ 3 miliar.
Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas mengatakan, setidaknya ada 15 bank yang menyatakan minat untuk membiayai proyek tersebut, dan saat ini tengah dalam proses pembicaraan dengan PTFI. "Masih proses pembicaraan, yang minat banyak, sudah ada 15 bank, bank asing sama bank nasional," katanya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Rabu (12/6).
Hanya saja, Tony masih enggan untuk menyebutkan berapa besaran pinjaman yang hendak diperoleh dari perbankan. Begitu juga dengan berapa porsi pembiayaan yang akan dipenuhi dari pinjaman perbankan, dan berapa porsi investasi dari kas internal perusahaan.
"Itu masih kita bicarakan. Besaran, bunga, cicilannya, lagi dibicarakan," kata Tony.
Di samping itu, Tony mengatakan bahwa saat ini pihaknya juga tengah melakukan pembicaraan dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) terkait porsi investasi holding perusahaan pertambangan BUMN tersebut dalam pembangunan smelter ini. Seperti diketahui, sejak 21 Desember 2018 lalu, Inalum sudah memegang saham mayoritas PTFI dengan 51,23%.
"Itu juga kita lagi bicarakan terus," imbuhnya.
Yang jelas, sambung Tony, pihaknya menargetkan besaran porsi dan nilai pembiayaan sudah bisa dipastikan pada tahun ini. Sebab, pada awal tahun 2020 nanti, Tony menyampaikan bahwa PTFI menargetkan proyek smelter tersebut sudah bisa masuk ke fase konstruksi fisik.
Sebagai informasi, hingga bulan Februari 2019, progres pembangunan smelter PTFI telah mencapai 3,86%. Jumlah itu memenuhi rencana pembangunan per enam bulanan dalam evaluasi periodik yang dilakukan oleh Kementerian ESDM.
"(Evaluasi) terakhir 3,86%, tapi kurva kan udah begini (naik). Memang awalnya kecil, begitu pembangunan fisik sudah mulai terlihat," terangnya.
Hingga saat ini, Tony mengatakan bahwa progres pembangunan smelter berkapasitas 2 juta ton konsentrat tembaga itu masih dalam fase persiapan lahan yang antara lain mencakup pemadatan tanah.
Untuk proses tersebut, Tony mengemukakan bahwa PTFI telah mengeluarkan biaya sekitar US$ 150 juta yang diperoleh dari kas internal perusahaan. "Angka persisisnya saya lupa, tapi sudah sekitar US$ 150 juta kita keluarkan hingga sekarang," jelasnya.
Selain pembangunan smelter, kata Tony, PTFI tidak banyak membangun infrastruktur dan kapasitas pendukung karena sudah tersedia di kawasan JIIPE tersebut, termasuk untuk perizinan lingkungan.
Sehingga, Tony optimistis fase konstruksi bisa dimulai pada awal 2020, dan smelter dapat selesai sesuai target. Yakni lima tahun sejak terbitnya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang diterima bersamaan dengan transaksi divestasi oleh Inalum pada 21 Desember 2018 lalu.
"Jadi targetnya tetap, selesai 5 tahun setelah IUPK," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News