CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.514.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.945   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.196   149,03   2,11%
  • KOMPAS100 1.099   26,87   2,51%
  • LQ45 869   25,52   3,02%
  • ISSI 220   3,58   1,65%
  • IDX30 445   13,29   3,08%
  • IDXHIDIV20 535   15,93   3,07%
  • IDX80 126   3,28   2,68%
  • IDXV30 128   1,76   1,39%
  • IDXQ30 148   4,07   2,83%

Bisnis Kian Terpuruk, Asosiasi Konveksi Tekstil Harapkan Pemerintah Lakukan Ini


Senin, 28 Oktober 2024 / 14:45 WIB
Bisnis Kian Terpuruk, Asosiasi Konveksi Tekstil Harapkan Pemerintah Lakukan Ini
ILUSTRASI. Karyawan mengukur kain di toko tekstil Cipadu, Tangerang, Banten, Kamis (29/8/2024). Kondisi industri konveksi tekstil di Indonesia saat ini mengalami tantangan yang signifikan.


Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi industri konveksi tekstil di Indonesia saat ini mengalami tantangan yang signifikan. Menurut Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, sektor ini telah stagnan sejak penerapan Permendag No. 8 Tahun 2024 tentang kebijakan impor. 

"Kami sudah tidak mengalami peningkatan, bahkan banyak dari teman-teman yang terpaksa tutup," ungkap Nandi saat dihubungi KONTAN, Senin (28/10).

Sejak diberlakukannya peraturan tersebut, industri konveksi telah mengalami penurunan produksi yang drastis, bahkan mencapai 70% pada puncaknya. 

"Sekarang, kami tidak hanya mengalami pengurangan produksi, tetapi ada perusahaan yang terpaksa menjual mesin karena tidak dapat beroperasi lagi," tambahnya. 

Baca Juga: Babak Belur Kondisi Manufaktur Mengantar Pailit Raksasa Tekstil

Saat ini, Nandi memperkirakan bahwa hanya sekitar 60% dari total perusahaan konveksi yang masih beroperasi, dengan banyak di antaranya berjuang untuk tetap bertahan.

Terbaru, salah satu produsen TPT terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara, yakni PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang.

Kondisi ini diperparah dengan semakin banyaknya produk impor yang masuk ke pasar, yang kini mendominasi hingga 75% dari total pasar. "Kami tidak anti-impor, tetapi keberadaan barang murah dan ilegal ini telah merugikan industri lokal," ungkapnya.

Banyak pelaku usaha konveksi beralih ke produksi massal untuk tetap bertahan, meskipun hal ini mengakibatkan penurunan kualitas dan brand yang ada.

IPKB berupaya menyampaikan aspirasi anggotanya kepada pemerintah, dengan harapan agar peraturan yang ada dapat direvisi. 

"Kami ingin Permendag No. 8 kembali ke Permendag No. 36, yang sebelumnya memberikan kami peluang lebih baik dalam penyerapan order," ujar Nandi. 

Ia optimis bahwa jika kondisi pasar membaik, industri konveksi yang telah memiliki pengalaman ratusan tahun di Indonesia ini dapat kembali bangkit.

Saat ini, Nandi juga menyoroti pentingnya dukungan pemerintah dalam menjaga daya saing produk lokal. "Kami ingin menciptakan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif, tetapi kami perlu perlindungan dari pemerintah untuk bisa bersaing dengan produk impor yang tidak membayar pajak," tegasnya.

Kata dia, dengan harapan untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah dan masyarakat, IPKB berkomitmen untuk terus berjuang demi kelangsungan industri konveksi di Indonesia, agar tetap menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian nasional.

Kondisi yang tidak sehat ini juga berdampak pada banyak karyawan yang bekerja di sektor konveksi. "Jika sektor ini terus terpuruk, kami khawatir akan ada lebih banyak pengangguran, dan ini berdampak pada perekonomian secara keseluruhan," pungkasnya.

Baca Juga: Kabar Duka Datang dari Industri Tekstil Nasional, Ancaman Badai PHK Belum Berlalu

Selanjutnya: Catat 6 Manfaat Wortel Untuk Kesehatan, Apa Saja?

Menarik Dibaca: Es Krim Aice Beli 1 Gratis 1, Cek Promo Alfamidi Hemat Satu Pekan s/d 3 November 2024

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×