Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini
KONTAN.CO.ID - Menjelang Lebaran, cairnya tunjangan hari raya (THR) merupakan momen yang ditunggu-tunggu para pekerja. Dengan THR, mereka dapat segera membiayai berbagai kebutuhan untuk merayakan Hari Raya Idulfitri.
Besarnya kebutuhan di kala Lebaran biasanya membuat THR seolah sekadar “numpang lewat”. Di sisi lain, dana THR juga bisa dikelola dengan lebih bijak seperti menggunakannya untuk berinvestasi, terutama secara jangka panjang.
Perencana keuangan Eko Endarto menekankan pentingnya investasi jangka panjang yang harus dilakukan sedini mungkin agar dapat memenuhi kebutuhan finansial di masa depan. Misalnya, untuk menyiapkan dana darurat, pendidikan anak, hingga persiapan pensiun.
“Kita punya kebutuhan dan kewajiban di masa datang, pengembangan dana dari investasi bisa dipakai untuk mencukupi kebutuhan yang akan datang tersebut,” tuturnya saat dihubungi Tim Kontan, pertengahan Maret lalu.
Dia melanjutkan, jangka waktu yang lebih panjang dalam berinvestasi akan meningkatkan peluang keberhasilan mencapai keuntungan yang diinginkan. “Selain itu, risikonya juga akan lebih rendah,” tambah Eko.
Manfaat investasi jangka panjang
Investasi jangka panjang telah menjadi kewajiban bagi Intan Sari Boenarco. Ibu tiga anak ini rutin mengalokasikan sebagian penghasilan keluarga untuk diinvestasikan setiap bulan.
“Mumpung sekarang masih ada pendapatan, masih sehat, jadi investasi dan menabung saja semaksimal mungkin. Untuk anak-anak sekolah dan simpanan hari tua. Karena kita enggak pernah tahu ada kebutuhan apa di hari depan,” ungkap Intan sewaktu dihubungi Tim Kontan, pertengahan Maret lalu.
Dari penghasilan bulanan suaminya, Intan mengalokasikan 30% untuk ditabung dalam deposito. Setelah tabungan deposito sudah cukup banyak, dia pun mengalihkannya ke instrumen lain seperti emas dan obligasi ritel yang diterbitkan pemerintah. Selain kedua instrumen tersebut, Intan juga berinvestasi dalam properti.
“Kalau uangnya sudah terkumpul, biasanya kami beli rumah second sederhana ukuran kecil supaya mudah disewakan lagi. Sewa tahunannya dipakai untuk investasi lagi,” beber Intan.
Seperti Intan, pertumbuhan aset melalui investasi jangka panjang juga telah dirasakan Riska Fiati, karyawan sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Pengalamannya dalam berinvestasi emas membuktikan logam mulia itu dapat menjadi pelindung nilai harta dan mempertahankan daya beli.
“Beberapa tahun lalu saya beli emas dengan harga sekitar Rp800.000 per gramnya. Sekarang harga emas sudah naik tinggi, hampir tembus Rp2 juta per gram. Emas yang saya beli dulu itu nilainya sekitar Rp14 juta, seharga motor baru saat itu. Kalau hanya menabung biasa, uang Rp14 juta sekarang sudah tidak bisa beli motor baru. Sedangkan emas, harganya terus naik. Dari Rp14 juta sekarang nilainya jadi sekitar Rp30 juta. Tetap bisa membeli motor baru, kan?” paparnya kepada Tim Kontan.
Memahami risiko dan tujuan
Selain emas, Riska memilih deposito untuk berinvestasi. Pernah sebentar mencicipi investasi saham dan reksa dana, Riska mengaku tidak cocok menempatkan aset di kedua instrumen tersebut
“Imbal hasilnya tidak sesuai harapan. Malah nilainya turun terus. Dari situ saya sadar bukan termasuk risk taker, sehingga kembali lagi ke investasi konvensional. Sekarang investasi dengan mengutamakan likuiditas seperti deposito, kalau ada kebutuhan bisa cepat dicairkan,” ujar Riska.
Memahami profil risiko dan tujuan investasi merupakan hal penting sebelum melakukan keputusan investasi. Sebagai contoh, seorang investor yang ingin mengambil untung lebih tinggi dan berani menanggung risiko kerugian dapat berinvestasi di instrumen yang risikonya juga lebih tinggi seperti reksa dana saham atau saham. Sebaliknya, investor yang cenderung hati-hati lebih cocok menempatkan aset di instrumen rendah risiko seperti deposito, obligasi pemerintah, atau reksa dana pasar uang.
“Pastikan investasi sesuai dengan tujuannya. Produk investasi hanya alat, akan sangat berguna kalau digunakan sesuai kebutuhan dan manfaatnya,” tandas Eko.
Disisihkan di awal
Terkait THR, baik Intan maupun Riska berencana memprioritaskan penggunaannya untuk memenuhi kewajiban seperti membayar zakat dan bersedekah. Barulah setelah itusisa THR dipakai untuk membiayai kebutuhan lain serta menabung dan berinvestasi.
“Saya dan suami tidak memperlakukan penggunaan THR secara khusus. Jadi THR tidak harus habis untuk keperluan tertentu. Kalau yang wajib-wajib sudah, sisanya untuk deposito. Kurang lebih sama seperti gaji bulanan. Mungkin sekitar 20%-30%,” kata Intan.
Senada Intan, Riska juga berencana mengalokasikan sebagian THR untuk membiayai kebutuhan hidup usai Lebaran dan tabungan. “Kami sekeluarga berusaha tidak overspending di Lebaran besok sehingga THR bisa cukup. Yang utama untuk membayar zakat mal. Sisanya 20%-30% untuk ditabung atau untuk kebutuhan setelah Lebaran,” katanya.
Mengingat besarnya kebutuhan saat Lebaran, Eko menyarankan segera menyisihkan sebagian THR di awal jika sudah punya rencana investasi.
"Sebenarnya THR tidak wajib dipakai untuk investasi, tapi kalau memang mau melakukannya, cobalah untuk menyisihkannya di awal saat menerima. Jangan pernah di belakang karena saya yakin tidak akan bisa,” pungkas Eko.
Selanjutnya: 13 Cara Ampuh Mengatasi Kolesterol Tinggi dengan Cepat, Coba yuk
Menarik Dibaca: 13 Cara Ampuh Mengatasi Kolesterol Tinggi dengan Cepat, Coba yuk
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News