kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.959.000   16.000   0,82%
  • USD/IDR 16.292   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.549   58,54   0,78%
  • KOMPAS100 1.074   11,78   1,11%
  • LQ45 797   1,67   0,21%
  • ISSI 255   1,37   0,54%
  • IDX30 411   0,99   0,24%
  • IDXHIDIV20 469   -0,57   -0,12%
  • IDX80 120   0,13   0,11%
  • IDXV30 124   -0,14   -0,11%
  • IDXQ30 131   -0,05   -0,04%

Cerita Para Mama Sumba Meningkatkan Nilai Jual Porang


Jumat, 08 Agustus 2025 / 09:18 WIB
Cerita Para Mama Sumba Meningkatkan Nilai Jual Porang
ILUSTRASI. Kontan. Dok/Istimewa


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal

KONTAN.CO.ID - Tanaman porang belakangan semakin naik daun, apalagi dengan tren beras dan mie shirataki sebagai menu kekinian untuk diet.

Ternyata, porang yang tanaman asli Indonesia juga kaya akan serat glukomanan sehingga mulai digunakan sebagai bahan beras dan mie shirataki lokal.

Selain menjadi bahan baku makanan, porang juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri dan farmasi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Padahal, dahulu tanaman umbi ini hanya dianggap tanaman liar, tak terkecuali di Desa Mata Wee Lima, Sumba Barat Daya.

Selama bertahun-tahun, masyarakat desa menanam porang dan kemiri hanya sebagai sumber pendapatan musiman atau pun untuk konsumsi sendiri. Hasil panen dijuallangsung ke pengepul dengan harga relatif rendah, tanpa pengetahuan akan nilai jual yang tinggi di pasar modern. Baik sebagai bahan baku pangan sehat maupun industri olahan.

“Porang itu kemarin kami jual Rp12 ribu per kilo. Kami panen setahun sekali, dan terakhir kami jual satu ton,” kata Regina Theedens, atau yang akrab disapa Mama Nona, usai mengikuti pelatihan UMKM yang digelar di Balai Desa Mata Wee Lima.

Warga Desa Mata Wee Lima biasanya juga hanya mengandalkan pengepul dari luar untuk memasarkan hasil bumi mereka. Desakan ekonomi pun menambah ketergantungan warga desa kepada pengepul.

“Waktu itu dijual langsung karena butuh untuk biaya sekolah anak,” ujar Regina.

Kontan. Dok/Istimewa

Melihat potensi ekonomi tanaman porang dan kemiri di Desa Mata Wee Lima, Shopee kemudian memfasilitasi pelatihan UMKM bagi para warga desa dengan dukungan fasilitator dari UNDP. Melalui pelatihan tersebut, kesadaran warga desa terhadap nilai jual hasil pertanian mulai tumbuh. Para fasilitator juga membekali warga desa dengan keterampilan baru, seperti cara memotret produk dengan ponsel untuk meningkatkan daya tarik serta nilai jualnya.

“Saat pelatihan memang saya mencatat betul dari yang Kakak Aci (trainer Shopee) sampaikan. Dia bilang,cara pengambilan foto (produk), terus nama merek produk apa yang kita cari.Bagaimana hasilnya nanti kita lihat lagi,” kata Elisabeth, salah seorang peserta pelatihan.

Dari pelatihan tersebut, lahirlah satu toko daring bernama Sari Jahe Jerayu Manis Sumba. Gerai ini diharapkan bisa menjadi titik awal dan diharapkan akan menjadi contoh bagi mama-mama lain untuk membuat toko di platform eCommerce.

Regina berharap pelatihan dan pendampingan dapat dilakukan secara berkelanjutan agar para mama di desa semakin mahir menggunakan ponsel untuk memasarkan produk mereka dan menjangkau pasar melalui platform eCommerce.

“Kalau bisa diajarkan juga (ke depannya) bagaimana mengirim barang pakai HP,” tambahnya.

Melalui pelatihan terarah dan inklusi digital, akses pasar pun terbuka dan ikut menjangkau masyarakat yang berada di pinggiran rantai pasok. Transformasi ekonomi yang dialami Regina dan para mama di Desa Mata Wee Lima menjadi bukti nyata manfaatnya.

Selanjutnya: Cara Bayar Pajak Motor Online di Indomaret, Tak Perlu Repot ke Samsat

Menarik Dibaca: Nasi Teri dan Masakan Rumahan di Pojok Gejayan Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×