Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Freeport Indonesia telah selesai bernegosiasi dengan pemerintah Indonesia dalam sebuah solusi yang win-win. Inilah sebuah penyelesaian atas persoalan yang sangat bagus dan menguntungkan kedua belah pihak dengan kondisi yang berimbang.
Buku tulisan Chappy Hakim ini adalah “catatan pribadi” yang menuangkan pengalaman selama lebih dari 2 tahun bertugas sebagai Senior Advisor dan Presiden Direktur di PT. Freeport Indonesia.
Baca Juga: Kinerja Freeport Tergerus Transisi Tambang
Hal ini sekaligus menjadi sebuah jawaban penulis atas munculnya banyak pertanyaan yang ditujukan kepadanya terkait dengan kesediaannya menerima posisi sebagai Presdir PT. Freeport Indonesia, padahal sudah 10 tahun pensiun dari posisi orang nomor satu di TNI Angkatan Udara.
Hadir sebagai pembicara dalam peluncuran buku ini, Jaya Suprana, Pendiri Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI), Gayus Lumbuun, advokat senior dan mantan Hakim Agung MA, Ninok Leksono, wartawan senior Harian Kompas sekaligus Rektor Universitas Multimedia Nusantara (UMN).
Serpihan-serpihan catatan yang dikumpulkan di dalam buku ini sama sekali dan tidak bermaksud membuka kembali persoalan-persoalan yang pernah dihadapi dalam proses perpanjangan kontrak Freeport di Indonesia.
Selain itu, tulisan dalam buku ini merupakan catatan-catatan yang diharapkan dapat memberikan data, fakta berdasar pengalaman, yang mungkin saja dapat berguna sebagai pelajaran ke depan dalam upaya Indonesia untuk meningkatkan citra “ramah investor” bagi kemakmuran Indonesia.
Baca Juga: Resmi Menjabat Menteri ESDM, Ini Sederet Catatan Bagi Arifin Tasrif
“Yang paling utama, catatan-catatan ini dikumpulkan sebagai sarana pembelajaran bagi kita semua yang ingin Indonesia tercinta ini maju dan berkembang. Apalagi saat ini momentumnya pas banget dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda,” ungkap Chappy, dalam peluncuran buku di Perpusnas.
Sebenarnya, usaha untuk menampilkan citra Indonesia ramah investor ini sudah sering tersaji di banyak media. Presiden Joko Widodo sendiri berulang-ulang menekankan tentang perlunya membenahi dan menata kembali aneka regulasi yang menghambat kedatangan investor ke Indonesia.
Buku ini menuangkan secara tidak langsung tentang apa saja dari sisi regulasi yang dipandang dapat menghambat investor untuk mau berinvestasi di Indonesia. Di balik kisah-kisah ringan yang ditampilkan, secara implisit banyak poin penting mengenai isu investasi yang terkandung di dalamnya.
Harapannya, catatan dalam buku ini dapat turut memberikan kontribusi kepada para pengambil kebijakan di level mana pun tentang sisi-sisi mana yang masih memerlukan penyempurnaan agar Indonesia dapat tampil sebagai sebuah negara yang ramah investor, sebagai sebuah negara yang investor friendly.
Baca Juga: Arifin Tasrif jadi Menteri ESDM, berikut harapan para pemangku kepentingan energi
Regulasi yang jelas dan tegas serta urusan melalui satu pintu/atap merupakan idaman para investor. Tanpa menurunkan martabat sebagai bangsa, keberadaan investor dapat dengan mudah diukur berdasar konstitusi, yaitu untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Parameter untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat salah satunya dapat ditilik dari seberapa besar penerimaan negara yang diperoleh dari keberadaan investor di Indonesia. Selain itu, tentu saja aneka faktor lain juga diperhitungkan sebagai parameter.
“Catatan pribadi dalam buku ini diharapkan dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam urun rembug menyempurnakan regulasi serta tata cara prosedur dalam menuju Indonesia yang ramah investor,” demikian Chappy Hakim
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News