Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Cuaca yang bersahabat tahun ini membawa angin segar bagi para petani tembakau. Abdus Setiawan, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) memaparkan, untuk tembakau jenis besuki NO sebagai bahan baku cerutu, saat ini dihargai Rp 60.000-Rp 80.000 per kilogram (kg).
Sementara tembakau kasturi dihargai Rp 30.000-Rp 40.000 per kg. Adapun tembakau rajang berkisar Rp 25.000- Rp 40.000 per kg. "Kalau tahun lalu harga rata-rata tembakau kualitas atas Rp 35.000 per kg, tahun ini bisa berada di kisaran Rp 40.000 per kg," kata Abdus kepada KONTAN, Minggu (21/8).
Perbaikan harga juga terjadi pada tembakau kualitas bawah sekalipun. Seperti tembakau rajang kualitas paling bawah di Jember yang tahun lalu dihargai Rp 15.000-Rp 20.000 per kg, saat ini harganya merangkak sekitar 25% menjadi Rp 25.000 per kg.
Maskun Dwiatmo, Ketua APTI Bojonegoro, pun membenarkan tren kenaikan harga tembakau. Menurutnya, harga tembakau membaik karena rendemen tembakau petikan bawah yang tahun lalu hanya 10%, sementara tahun ini naik menjadi 12%.
Rendemen tembakau petikan atas hingga ketujuh bahkan bisa menyentuh 17%. Rendemen adalah kandungan tembakau kering yang dihasilkan dari daun tembakau.
Perbaikan rendemen ini membuat harga tembakau naik 17% sampai 22%. Tembakau rajang di Bojonegoro misalnya, yang pada 2010 dihargai Rp 17.000-Rp 18.000 per kg, tahun ini melesat menjadi Rp 20.000-Rp 22.000 per kg.
Menurut Maskun, harga tembakau akan bertahan di level Rp 40.000 per kg jika pabrikan menyerap tembakau dalam waktu bersamaan. Namun, jika pabrikan membeli tembakau petani secara bertahap, harga rata-rata tembakau hanya akan bertengger di level Rp 35.000 per kg.
Meski harga sedang tinggi, namun Maskun memandang tembakau impor dari Thailand bisa merusak harga. Sebab, harga tembakau impor ini dijual lebih murah. Di Bojonegoro misalnya, harga tembakau dari Thailand dijual seharga Rp 24.000 per kg. Sementara tembakau lokal sejenis diperdagangkan seharga Rp 28.000 per kg.
Tak bisa dipungkiri, industri rokok memang masih membutuhkan tembakau impor. Pasalnya, saban tahun kebutuhan rata-rata tembakau nasional mencapai 200.000 ton. Sementara produksi tembakau lokal baru mencapai 160.000 ton per tahun.
Di samping itu, produksi tembakau yang diprediksi belum maksimal juga membuat pendapatan petani tak akan melonjak tajam. Menurut Abdus, gagal panen tembakau yang terjadi tahun lalu membuat banyak petani trauma dan mengurangi bahkan absen menanam tembakau tahun ini. Selain trauma, kerugian pun membuat sejumlah petani ini merugi dan tak punya modal untuk menanam kembali.
Sekadar informasi, data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Ditjenbun Kemtan) mencatat, tahun 2010 produksi tembakau mencapai 122.276 ton, turun 30,73% dari produksi 2009 yang sebanyak 176.510 ton. Curah hujan yang tinggi menjadi penyebab penurunan produksi tembakau.
Tahun ini, APTI memperkirakan produksi tembakau naik 20% menjadi 150.000 ton. Sementara Ditjenbun Kemtan menargetkan luas area tanam tembakau 2011 naik 6,96% menjadi 207.419 hektare (ha). Penambahan ini bertujuan mendongkrak produksi tembakau sebesar 68,73% jadi 206.317 ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News