kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.305   -5,00   -0,03%
  • IDX 6.832   -37,03   -0,54%
  • KOMPAS100 989   -6,89   -0,69%
  • LQ45 760   -4,16   -0,54%
  • ISSI 222   -0,69   -0,31%
  • IDX30 392   -3,26   -0,83%
  • IDXHIDIV20 456   -5,40   -1,17%
  • IDX80 111   -0,56   -0,51%
  • IDXV30 113   -1,23   -1,08%
  • IDXQ30 127   -0,89   -0,69%

Dari PDE ke INSW: Tiga Dekade Transformasi Digital Kepabeanan RI


Rabu, 25 Juni 2025 / 22:06 WIB
Dari PDE ke INSW: Tiga Dekade Transformasi Digital Kepabeanan RI
ILUSTRASI. Wawan Ismawandi, Direktur Teknologi Informasi Lembaga Nasional Single Window (LNSW)


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Tanggal 1 Juni 1995 menjadi tonggak penting dalam sejarah digitalisasi sektor kepabeanan Indonesia, baik untuk ekspor maupun impor.

Saat itu, sistem Pertukaran Data Elektronik (PDE) mulai diterapkan guna mempermudah pengiriman dokumen kepabeanan secara digital.

Upaya digitalisasi ini semakin diperkuat pada tahun 2002 melalui penandatanganan Surat Keputusan Bersama oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Direktorat Jenderal Pajak untuk mendukung integrasi data lintas lembaga.

Baca Juga: Kemenkeu: Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Capai Rp 122,9 Triliun Hingga Mei 2025

PT Electronic Data Interchange Indonesia (EDII), anak usaha PT Pelabuhan Indonesia (Persero), menjadi pelopor implementasi awal PDE.

Seiring perkembangan teknologi, EDII terus berinovasi menghadirkan berbagai solusi untuk mendukung kegiatan ekspor-impor, seperti EDI Enabler, I-Plus (modem dial-up), hingga aplikasi berbasis internet seperti eXtreme dan X2 (eXpert eXchange).

Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai sendiri memulai transformasi digital sejak 1990. Kemudian, pada 2007, dibentuk Lembaga National Single Window (LNSW) yang menyatukan perizinan ekspor-impor berbagai kementerian dan lembaga ke dalam satu sistem digital.

Sebagai bagian dari perayaan perjalanan panjang ini, PT EDII menggelar acara Coffee Morning bertajuk “30 Tahun Digitalisasi Ekspor Impor Indonesia: Celebrating Legacy, Inspiring the Future” pada 24 Juni 2025 di Hotel Aston Kemayoran City, Jakarta.

Acara ini dihadiri sekitar 100 pelaku usaha ekspor-impor dan menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain: Wawan Ismawandi, Direktur Teknologi Informasi LNSW; Rudy Rahmadi, Direktur Informasi Kepabeanan dan Cukai; Harry Wibowo, perwakilan Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas (APJP); dan Trismawan Sanjaya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI).

Baca Juga: Baru Terbit, Permendag 14 Tahun 2025 Atur Tata Cara Promosi Dagang & Citra Indonesia

Dalam sambutannya, Direktur PT EDII Urip Nurhayat menegaskan bahwa 30 tahun digitalisasi merupakan perjalanan panjang yang penuh tantangan.

Ia menyoroti evolusi perusahaan dari implementasi awal PDE hingga integrasi mendalam dengan Indonesia National Single Window (INSW), yang mencerminkan komitmen nasional dalam mendorong efisiensi dan daya saing perdagangan digital.

INSW dan CEISA, Pilar Infrastruktur Digital Kepabeanan

Saat ini, infrastruktur digital ekspor-impor telah didukung oleh platform INSW, yang menghubungkan lebih dari 20 lembaga pemerintah dan menyederhanakan proses regulasi.

“INSW menjembatani kesenjangan antara regulator dan pelaku usaha,” ujar Wawan Ismawandi.

Namun, ia menekankan pentingnya kolaborasi antarlembaga agar digitalisasi dapat berkelanjutan.

Sementara itu, Ditjen Bea dan Cukai juga mencatat kemajuan signifikan melalui platform CEISA (Customs-Excise Information System and Automation) sejak 2013.

Menurut Rudy Rahmadi, CEISA 4.0 kini mampu melayani hingga setengah juta pengguna secara bersamaan, jauh meningkat dari 5.000 pengguna di awal peluncurannya.

“Kami telah meninggalkan banyak proses manual,” kata Rudy. “Namun digitalisasi bukan hanya soal sistem, tapi juga transformasi pola pikir dan budaya kerja.”

Baca Juga: Fakta Selat Hormuz dan Peran Pentingnya untuk Perdagangan Internasional

Tantangan: Sistem Silo dan Kesenjangan Digital

Harry Wibowo dari APJP mengkritik masih terfragmentasinya sistem digital yang digunakan para pelaku usaha.

“Banyak sistem masih berjalan sendiri-sendiri, belum terhubung real-time, dan masih bergantung pada dokumen fisik,” ujarnya.

Ia mendorong integrasi antarmuka seperti QRIS di sektor keuangan untuk menghadirkan satu platform terpadu.

Trismawan Sanjaya dari ALFI menambahkan bahwa pelaku usaha kecil, khususnya UMKM, masih tertinggal dalam adopsi teknologi digital.

“Perusahaan besar relatif siap, tapi banyak UMKM yang belum mampu bertransformasi digital,” katanya.

Baca Juga: Perjanjian Dagang RI–EAEU Disepakati, Ekspor Indonesia Siap Ngebut ke Rusia

Dukungan Regional dan Masa Depan Digitalisasi

Acara ini juga dihadiri oleh perwakilan internasional, termasuk Mr. Francis Nornan Lopez dari InterCommerce Network Services Filipina.

Ia menyoroti peran Indonesia sebagai pelopor digitalisasi perdagangan di Asia Tenggara.

“Kerja sama kita selama 30 tahun telah meletakkan dasar bagi ASEAN Single Window yang terintegrasi. Pertukaran data kini menjadi fondasi kepercayaan dalam sistem perdagangan lintas batas,” ujarnya.

Memasuki dekade keempat, para pemangku kepentingan sepakat bahwa transformasi digital ekspor-impor Indonesia masih berlanjut.

Tantangan seperti integrasi sistem, sinergi kelembagaan, serta perubahan budaya kerja menjadi pekerjaan rumah besar untuk mewujudkan digitalisasi yang inklusif dan berkelanjutan.

Selanjutnya: Utilitas Produksi Keramik Indonesia Diharapkan Terus Tumbuh

Menarik Dibaca: DLH Jakarta Jalankan Pilot Project Pengelolaan Sampah di 6 Kelurahan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×