kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45922,10   12,79   1.41%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Daya Beli Bisa Tertekan Akibat Kenaikan Harga Barang, Bagaimana Nasib Industri Ritel?


Minggu, 06 Maret 2022 / 21:00 WIB
Daya Beli Bisa Tertekan Akibat Kenaikan Harga Barang, Bagaimana Nasib Industri Ritel?
ILUSTRASI. Konsumen antre untuk membayar di sebuah supermarket. KONTAN/Baihaki/2/1/2022


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom menilai sejumlah persoalan yang terjadi belakangan ini seperti naiknya harga sejumlah komoditas di pasar global dan kondisi geopolitik berdampak pada kenaikan harga barang secara umum.

Adapun kondisi yang bertepatan menjelang momen Ramadan dan Idul Fitri ini dikhawatirkan akan semakin memperparah kenaikan harga dan dapat menekan daya beli masyarakat. Lantas, bagaimana nasib industri ritel yang harus menghadapi tantangan ini?

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda menjelaskan saat ini ada dua jenis kenaikan harga barang umum atau biasa disebut inflasi.

Jenis yang pertama adalah kenaikan harga akibat membengkaknya ongkos produksi. Ini yang terjadi dengan naiknya harga minyak goreng seiring dengan menanjaknya harga kelapa sawit. Begitu juga dengan perang Rusia-Ukraina yang membuat harga bahan bakar naik tinggi.

Baca Juga: Aprindo: Tingkat Kunjungan Ritel Meningkat Hingga 20% Saat Ramadan

Adapun hal yang sama juga terjadi pada naiknya harga kedelai yang diimpor dari Amerika. Inflasi di sana yang sangat tinggi membuat harga kedelai naik. Akibatnya begitu sampai di Indonesia harga kedelai menjadi tinggi. Tentu hal ini turut berdampak pada harga tahu tempe di pasaran yang naik atau pihak penjual memilih menjual dengan harga sama tapi mengurangi ukurannya.

"Kenaikan harga akibat naiknya cost ini akan terjadi sampai harga bahan bakunya turun. Atau harga produk tersebut dapat ditekan jika pihak produsen melakukan efisiensi produksi. Namun langkah efisiensi biasanya dilakukan dalam jangka panjang," jelasnya kepada Kontan.co.id, Minggu (6/3).

Begitu juga dengan kebijakan kenaikan tarif PPN yang akan dilaksanakan pada April 2022 mendatang menjadi 11% dan naiknya harga gas non subsidi dapat berimbas pada kenaikan harga barang secara umum.

Jenis kedua adalah kenaikan harga yang disebabkan oleh naiknya permintaan. Sesuai hukum ekonomi di mana ketika permintaan naik maka harga akan mengikuti. Huda menilai  kenaikan harga daging disebabkan oleh naiknya permintaan menjelang bulan puasa.

Sejatinya, siklus harga barang akan naik menjelang puasa sampai lebaran. Untuk kenaikan harga yang disebabkan kenaikan permintaan bisa ditanggulangi dengan mengguyur stok di pasar atau istilahnya operasi pasar.

Baca Juga: Puncak Inflasi Tahun Ini Belum Akan Terjadi Pada Bulan Ramadan Nanti

"Maka dari itu, saya merasa inflasi yang dihasilkan saat ini akan menekan daya beli masyarakat dari sisi biaya-biaya produksi yang terus meningkat. Dari sisi kenaikan permintaan yang membuat harga meningkat juga akan menyebabkan kemampuan pembelian jadi berkurang," ujar Huda.

Oleh karenanya, Huda menilai diperlukan intervensi pemerintah baik dengan operasi pasar ataupun skema intervensi lainnya.

Kendati begitu, Huda melihat bahwa Industri ritel tetap akan tumbuh. Menurutnya, setiap tahun pasti akan ada pertumbuhan industri ritel meskipun kerap kali kenaikannya lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Namun Huda berharap, industri ritel dapat ditopang dari sisi konsumsi melalui ekonomi digital.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×