kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Daya saing lemah membuat defisit perdagangan dengan China


Selasa, 04 Januari 2011 / 08:54 WIB
Daya saing lemah membuat defisit perdagangan dengan China


Reporter: Fahriyadi | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Lonjakan impor dari negara China benar-benar tak sebanding dengan nilai ekspor negara kita, sehingga menyebabkan defisit perdagangan sebesar US$ 5,6 miliar. Menurut Djimanto, Sekjen Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) hal ini membuktikan belum kuatnya industri dalam negeri untuk bersaing dalam kegiatan perdagangan bebas.

Hal ini menurut Djiwanto cukup mengganggu, pasalnya dengan fenomena tersebut maka produk dalam negeri seperti tak berdaya menghadapi serbuan produk China. Padahal menurutnya produk nasional memiliki kualitas yang lebih baik dibanding produk China. "Harga yang lebih terjangkau adalah nilai lebih yang membuatnya bertakhta di pasaran," ungkapnya. Sekadar info, menurutnya produk ekspor Indonesia yang berkualitas adalah produk yang cukup laris dan diminati di Indonesia.

Ia pun memberikan pandangannya seputar kelemahan Indonesia dalam ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA) yaitu dengan ekspor yang sebagian besar merupakan produk mentah yang belum diolah semacam batubara, minyak dan gas sementara China mengirimkan produknya yang mayoritas adalah produk jadi seperti industri manufaktur yang populer seperti tekstil dan elektronik.

APINDO pun menggantungkan harapan tahun depan angka tersebut dapat turun drastis, salah satu cara yang dicetuskan oleh APINDO untuk dapat meningkatkan daya saing produk lokal. Caranya adalah dengan memperbanyak ekspor barang setengah jadi. Menurutnya dengan cara itu otomatis dapat membendung produk impor asing karena membanjirnya pasokan dalam negeri.

Ia pun menyoroti hal ini dari sudut pandang kebijakan. Pemerintah (pusat dan daerah) dan otoritas moneter, serta pelaku dunia usaha diharapkan dapat duduk bersama mencari solusi konkret untuk mengentaskan masalah ini. "Prosesnya seperti otopsi dan evaluasi guna mencari penyakit yang di derita dalam industri nasional," paparnya.

Solusi yang coba diwacanakannya adalah menurunkan High Cost Economy yang ditetapkan pemerintah terhadap pengusaha. Tak hanya itu, pembenahan sisi infrastruktur, pelayanan publik yang lebih baik, dan kepastian hukum menjadi hal penting untuk direalisasikan demi meningkatkan daya saing produk lokal dari imbas monopoli produk China.

Sementara itu, Haryadi Sukamdani Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri bidang Kebijakan Fiskal dan Moneter menyatakan kekalahan kita dalam perdagangan ACFTA sehingga menyebabkan defisit perdagangan menunjukkan sinyal industri yang kita bangun saat ini semuanya serba tanggung untuk bisa bersaing."Hal yang paling mendasar pun kita kalah, yaitu soal energi," ujarnya.

Harga produk China yang kompetitif menjadi magnet yang kuat buat pasar Indonesia sehingga tak mengherankan produknya bisa berkembang di tanah air. Untuk itu ia pun berharap pemerintah melakukan beberapa langkah, seperti mengefektifkan perlindungan pasar dalam negeri, juga melakukan evaluasi di tiap sektor serta menggali kekurangan yang harus diperbaiki. Terakhir menurutnya melakukan aliansi dengan China yaitu dengan menggabungkan apa yang kita miliki dengan kekuatan yang mereka tawarkan. "Hal yang terakhir bisa menjadi pilihan agar industri kita tak semakin tergilas hantaman produk China," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×