kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dorong pertumbuhan ekonomi, Bappenas fokus pada isu produktivitas di RPJMN 2020-2024


Kamis, 17 Januari 2019 / 19:17 WIB
Dorong pertumbuhan ekonomi, Bappenas fokus pada isu produktivitas di RPJMN 2020-2024


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tengah merancang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024.

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi ke atas 5%, Bappenas fokus pada peningkatan produktivitas, baik dalam industri maupun tenaga kerja.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan, rata-rata pertumbuhan ekonomi tahunan (annual growth rate) Indonesia saat ini sejatinya tergolong tinggi di antara negara-negara tetangga.

"Tapi perekonomian kita masih dibebani tingkat kemiskinan, yang meski membaik, tapi masih tinggi juga yaitu 9,66% atau sekitar 26 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan," ujar Bambang, Kamis (17/1).

Untuk menghadapi jumlah penduduk miskin yang setara penduduk benua Australia tersebut, Bambang menyebut, pertumbuhan ekonomi mesti dijaga di atas 5%.

Terutama, Indonesia memiliki cita-cita naik status dari negara berpenghasilan menengah (middle-income country) menjadi negara berpenghasilan tinggi (high-income country) pada tahun 2045.

"Kita harus maintain pertumbuhan setidaknya 5,1% setiap tahun mulai tahun ini sampai 2040 untuk bisa menjadi high-income country," tukasnya.

Rencananya dalam RPJMN 2020 - 2024, pertumbuhan ekonomi dipatok dalam kisaran 5,4% - 6%, dengan rata-rata per tahun 5,7%. Target tersebut diakui Bambang bukanlah perkara mudah.

Sebab, Indonesia mengalami permasalahan struktural yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi ke depan yakni produktivitas industri, khususnya manufaktur, dan tenaga kerja.

Bambang menilai, tantangan industri manufaktur ke depan ialah meningkatkan nilai tambah (value-added) untuk mendorong daya saing. Hal ini bakal mendorong kemampuan produk dalam negeri untuk bersaing dengan produk negara lain saat diekspor.

Direktur Eksekutif CORE Mohammad Faisal, mencatat, melambatnya pertumbuhan ekspor Indonesia terutama didorong pada ekspor manufaktur yang hanya tumbuh 3,9%. Angka tersebut jauh di bawah pertumbuhan tahun 2017 yang mencapai 13%.

"Hanya ekspor pertambangan yang masih tumbuh relatif kuat 20,5% di 2018), walaupun tetap lebih lambat dibanding tahun 2017 sebesar 33,7%," ujarnya.

Padahal, Bambang mengatakan, ekspor semestinya tak lagi mengandalkan komoditas seperti sawit, batubara, dan minyak jika ingin menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.

Tantangan berikutnya ialah produktivitas sumber daya manusia alias tenaga kerja. Meski tingkat pengangguran saat ini 5,3% atau setara 7 juta orang dari angkatan kerja, Bambang menyebut, 60% dari pekerja Indonesia berkecimpung di sektor informal.

"Secara umum, tenaga kerja bekerja di sektor yang produktivitasnya relatif rendah, misalnya pertanian, perdagangan tradisional, atau sektor dasar tidak membutuhkan keahlian tinggi.," ujar Bambang.

Tahun 2018 proporsi tenaga kerja berkeahlian menengah baru sebesar 31,14% atau 38,62 juta orang. Padahal, target Rencana Kerja Pemerintah tahun 2019 sebesar 37% sehingga dibutuhkan kerja keras untuk mencapainya.

Bambang mengatakan, fokus pemerintah di sektor ketenagakerjaan dalam RPJMN 2020-2024 ialah mencetak tenaga kerja berkemampuan tinggi (high skill) dan spesifik melalui sistem vokasi.

Selain mendorong daya saing, tenaga kerja juga mesti dipersiapkan menghadapi Revolusi Industri 4.0 yang mulai terdengar gaungnya.

Di sektor ekonomi digital, misalnya, diproyeksi bakal tercipta sekitar 26 juta pekerjaan baru seiring dengan bangkitnya online commerce (e-commerce) pada 2022. Sementara, Indonesia telah diprediksi bakal menguasai 52% pangsa pasar e-commerce di ASEAN pada 2025.

"Ini adalah salah satu peluang dalam rangka revolusi industri 4.0. Kalau tenaga kerja tidak siap, pasti akan tertinggal dibanding negara tetangga, misalnya tenaga kerja India yang sudah masuk kategori high-skill dan spesifik," tandas Bambang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×