kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekspor mutiara terancam menurun hingga 30%


Kamis, 13 Agustus 2015 / 17:18 WIB
Ekspor mutiara terancam menurun hingga 30%


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pengusaha budidaya mutiara memproyeksikan penjualannya merosot 20%-30% sebagai buntut dari perekonomian global yang sedang lesu tahun ini. Pasalnya, mutiara masih mengandalkan pasar ekspor.

Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) Anthony Tanios mengakui permintaan terhadap mutiara sedang lesu. "Ekspor bisa menurun 20%-30% dari segi volume maupun harga," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (13/8).

Asbumi mencatat produksi mutiara sebanyak 5,5 juta ton sepanjang tahun lalu, yang terdiri dari 3 juta ton dari perusahaan nasional dan swasta serta 2,5 juta ton dari penanaman modal asing (PMA). Adapun harga rata-rata tahun lalu sebesar US$ 10 per gram.

Dengan asumsi penurunan sebesar 30%, berarti produksi mutiara tahun ini hanya 3,85 ton. Harganya pun jatuh menjadi US$ 7 per gram.

Anthony menjelaskan, hampir seluruh mutiara produksi Indonesia dijual ke pasar ekspor. Hanya mutiara low grade yang ditujukan untuk pasar lokal, itu pun hanya sebanyak 40%.

Meski pasar sedang tidak terlalu bergairah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap mendorong budidaya mutiara. Menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Subjakto, budidaya mutiara harus terus didorong agar masyarakat tidak terus-menerus menangkap mutiara dari alam.

Slamet bilang, masa budidaya mutiara yang cukup lama dapat dimanfaatkan melalui segmentasi usaha. "Masyarakat nelayan dan pesisir bisa melakukan budidaya dari benih sampai ukuran 7 centimeter (cm), untuk selanjutnya diserahkan kepada perusahaan pembesar mutiara," ujarnya, Rabu (12/8).

KKP melalui Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok telah menyebarkan benih untuk dibesarkan oleh masyarakat sampai ukuran 7 cm. Sedangkan Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem Bali telah memproduksi dan menyebarkan 7.000 benih ukuran 4 cm dan 12.000 benih ukuran 3 cm ke Sumbawa, Lombok, dan Kendari.

Selain itu, KKP juga mendorong pemerintah daerah untuk menerbitkan peraturan terkait zonasi atau tata ruang. Pasalnya, budidaya mutiara memerlukan lokasi yang bebas limbah dan pencemaran lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×