Reporter: Veri Nurhansyah T., Herlina Kartika Dewi | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Virus flu burung (H5N1) merebak lagi di beberapa daerah. Yang terbaru terjadi di Kabupaten Kubar, Kalimantan Timur. Dari tahun 2010 hingga Januari 2011, ditemukan sekitar 500 unggas yang terinfeksi H5N1. Penyebaran virus flu burung itu juga ditemukan di Jambi, Sumatra Barat dan Sumatra Utara.
Serangan virus tersebut juga terjadi di sejumlah daerah di Pulau Jawa, di antaranya di Surabaya, Jawa Timur.
Yetti Rizal, Kepala Seksi (Kasi) Kesehatan Hewan dan Veteriner Dinas Pertanian Kota Surabaya, mengatakan, ada 8 kasus flu burung yang ditemukan di Surabaya. "Tidak sebanyak tahun-tahun lalu, tapi kami mesti antisipasi," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (10/3).
Menurut Yetti, temuan kasus flu burung itu wajar karena beberapa daerah di Indonesia masih berstatus endemik flu burung, termasuk Surabaya. Virus H5N1 ditemukan di Surabaya pertama kali tahun 2006 silam. Setahun kemudian, wabah virus H5N1 itu mencapai puncak dan mematikan 200 ekor ayam. "Sebaran virus itu cukup banyak, bisa mencapai 24 lokasi di kota Surabaya," kata Yetti.
Beberapa kasus temuan virus H5N1 itu, kasus terbanyak ditemukan pada ayam kampung, seperti yang terjadi di Kalimantan Barat. "Ayam potong tidak mengalami masalah, karena usia dua bulan sudah dipotong dam virus tidak berkembang," kata Sulaiman, Kasi Kesehatan Hewan dan Veteriner Dinas Perkebunan Tanaman Pangan, Peternakan dan Perikanan Kubar Kaltim, seperti dikutip Tribunnews (8/3).
Berdasarkan data dari Unit Pengendalian Penyakit Avian Influenza (UUPAI) Pusat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, hingga Maret 2011 ini sekitar 63 desa di 30 kabupaten/kota terjangkit flu burung. Desa ini tersebar di 13 provinsi di antaranya Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatra Selatan, Riau, Sumatra Barat, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Jawa Barat.
Kembali merebaknya virus flu burung tahun ini tampaknya tidak terlepas dari sejumlah hal. Pertama ada kaitannya dengan cuaca yang basah. Cuaca basah yang membuat virus flu burung hidup dan berkembang. Soalnya Virus H5N1 disinyalir cepat berkembang di tempat yang lembab dan tergenang air. Nah, kondisi ini diperparah oleh kesadaran masyarakat yang cenderung kurang memperhatikan sanitasi.
Kemungkinan virus H5N1 itu menyebar sangat besar, terutama di daerah yang memiliki populasi unggas yang tinggi seperti kota Surabaya. Menurut Yetti, ada sekitar 80.000-100.000 ekor unggas yang ada di kota tersebut. Maka, ia meminta agar masyarakat waspada, apalagi untuk daerah transit unggas seperti Surabaya.
Produksi tak terganggu
Meski flu burung kembali bermunculan, Hartono, Ketua Pusat Informasi Pasar Unggas (Pinsar), mengaku tidak khawatir dengan temuan kasus flu burung di beberapa daerah itu. Ia memperkirakan, kasus flu burung belakangan ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kasus flu burung tahun 2006 lalu.
Menurut Hartono, di beberapa daerah serangan virus flu burung itu terjadi sporadis. Seperti kasus di Sumatra Utara dan Sumatra Barat. Akan tetapi, jumlah kasus flu burung secara nasional relatif lebih rendah dan diprediksi hanya dibawah 1% dari seluruh populasi ayam di Indonesia. "Jadi, kasus sekarang tidak segawat tahun-tahun lalu," ujar Hartono.
Hartono yakin, kasus flu burung yang menimpa beberapa daerah itu tidak akan mengganggu produksi daging ayam maupun telur secara nasional. Pinsar menghitung, populasi unggas jenis ayam saat ini mencapai 500 juta ekor. Sebanyak 200 juta ekor ayam kampung, 15 juta ekor ayam induk, 135 juta ekor ayam petelur dan 150 juta ekor ayam potong. "Populasi ayam itu tidak akan terganggu dengan virus H5N1," ujar Hartono.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News