Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merestui kegiatan ekspor konsentrat tembaga PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara. Tapi, kewajiban bea keluar ekspor konsentrat tersebut tidak hilang.
Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Bambang Susigit menyatakan, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 13/PMK.010/2017 Tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar Dan Tarif Bea Keluar. Kedua perusahaan itu wajib dikenakan bea keluar.
“Sesuai dengan PMK, sebesar 7,5%,” terangnya kepada Kontan.co.id, Senin (19/1).
Asal tahu saja, merujuk PMK 13 itu, pengenaan bea keluar dikenakan berdasarkan pada progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri. Ada empat tahapan pembangunan yang masing-masing bea keluar berbeda besarannya.
Untuk tahap pertama, tingkat kemajuan fisik smelter di bawah 30%, maka bea keluar dikenakan 7,5%.
Kemudian tahap kedua, tingkat pembangunan fisik smelter lebih dari 30% sampai 50% maka bea keluar yang dikenakan sebesar 5%.
Sedangkan tahap ketiga, untuk tingkat kemajuan fisik pembangunan smelter lebih dari 50% hingga 75% maka bea keluarnya 2,5%.
Tahap keempat, untuk tingkat kemajuan pembangunan fisik smelter lebih dari 75% maka tidak dikenakan bea keluar alias 0%.
Bambang menambahkan, untuk kemajuan smelter Freeport Indonesia yang rencananya akan dibangun di Gresik, Jawa Timur dengan kapasitas 2 juta ton itu sudah mencapai 2,4%. Hal itu sesuai dengan evaluasi tim verifikator independen.
Tahap yang sudah dipenuhi Freeport, mencakup perencanaan awal, mulai dari administrasi sampai dengan test soil untuk stabilitas lahan.
“Sementara Amman Mineral progress smelter-nya sudah mencapai 10,1%,” tandasnya.
Asal tahu saja, pemerintah sudah memberikan rekomendasi ekspor pada Jumat (15/2) pekan lalu kepada Freeport Indonesia sebesar 1,2 juta ton. Dan untuk Amman Mineral sebesar 450.825 ton konsentrat tembaga. Kegiatan ekspor itu sedianya berakhir pada 15 Februari 2019.
Sementara Juru BIcara Freeport Indonesia, Riza Pratama mengatakan bahwa pihaknya belum menerima surat rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian ESDM. “Kami masih menunggu rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM,” tandasnya kepada KONTAN, Senin (19/2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News