Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah memberikan dampak signifikan terhadap biaya produksi industri makanan dan minuman di Indonesia.
Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, situasi ini telah menyebabkan kenaikan biaya produksi hingga 3% bagi sebagian besar perusahaan.
Adhi Lukman menjelaskan bahwa sekitar 40% bahan baku yang digunakan dalam industri ini masih harus diimpor, termasuk bahan-bahan penting seperti gula, garam, kedelai, dan jagung.
"Kenaikan sebesar 7% dalam nilai tukar rupiah berarti biaya produksi secara keseluruhan naik sekitar 3%. Meskipun beberapa perusahaan telah berusaha mengandalkan bahan baku lokal, namun masih ada yang 100% bergantung pada impor," ujarnya saat ditemui di acara diskusi di Jakarta Pusat, Senin (22/7).
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Melemah 0,18% ke Rp 16.228 Per Dolar, Senin (22/7)
Adhi bilang, kenaikan angka 3% itu berdampak bagi produk jadi itu cukup signifikan. Pasalnya, produk pangan itu sensitif bagi daya beli masyarakat hingga penyebab inflasi.
Dampak langsung dari kenaikan biaya produksi ini dirasakan oleh sektor UKM (Usaha Kecil Menengah) yang umumnya tidak memiliki cadangan stok bahan baku dalam jumlah besar.
"UKM seringkali terpaksa menyesuaikan volume produksi mereka atau menghadapi tekanan untuk menaikkan harga jual, meskipun ini tidak selalu memungkinkan karena persaingan harga yang ketat," tambahnya.
"Jadi menurut saya ini perlu diwaspadai. Saya juga sudah beri usulan untuk pemerintah terkait lebel rupiah yang ideal bagi pelaku usaha," tambahnya.
Sementara itu, dalam upayanya untuk mengatasi dampak pelemahan rupiah. Ia juga mengusulkan kepada pemerintah untuk mengkaji kemungkinan memberikan subsidi jika nilai tukar rupiah melewati batas tertentu, seperti 16.500 per dolar AS.
Langkah ini diharapkan dapat membantu menstabilkan biaya produksi dan mengurangi potensi inflasi yang bisa muncul akibat kenaikan harga bahan pokok.
Di sisi lain, meskipun biaya produksi naik, industri makanan dan minuman tetap optimistis terhadap permintaan yang tinggi dari pasar domestik.
"Investasi dalam sektor ini terus meningkat, meskipun tantangan biaya yang meningkat harus dihadapi," kata Adhi Lukman.
Adapun, proyeksi pertumbuhan industri ini untuk tahun ini diproyeksikan mencapai antara lima hingga enam persen dibandingkan tahun sebelumnya.
"Pertumbuhan industri makanan minuman sendiri kita berharap di antara lima sampai 6% year on year," pungkasnya.
Baca Juga: BPOM Buka Suara Soal Rencana Pelabelan Minuman Berpemanis
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News