Reporter: Kiki Safitri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produksi tembakau tahun ini diprediksi akan turun 1% dari rata-rata target per tahun sebesar 342.000 ton atau untuk asumsi pendapatan cukai tahun ini sekitar Rp 149 triliun. Penurunan dari produksi tembakau ini karena alasan kebijakan tarif cukai yang dinilai memberatkan.
“Setiap produksi meningkat kebutuhan tembakaunya akan meningkat. Tapi ini kan enggak mudah, tahun ini juga kan menurun produksi kita 1%,” kata Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran kepada Kontan.co.id, Sabtu (4/11).
Terkait dengan produksi tembakau, Ismanu menjelaskan bahwa pengusaha rokok kretek berbeda dengan rokok putih. Ini karena rokok kretek menggunakan beragam tembakau yang dicampur dengan rempah-rempah. Sedangkan rokok putih merupakan tembakau murni.
“Industri kretek ini, harus ada sinergitas antara bahan baku lokal (row material) dengan cengkeh. Ada tembakau Madura, Temanggung dan Bojonegoro, itu karakteristik kretek,” ungkapnya.
Sejauh ini, ia menjelaskan bahwa rokok kretek yang berbahan dasar tembakau lokal sudah merajai pasar Indonesia sejak tahun 1970. Namun demikian tingginya tarif cukai rokok perlahan menggerus produksi industri pengolahan tembakau.
“Kalau kapasitasnya kita sudah mampu berdaulat di pasar lokal Indonesia. Di seluruh dunia itu semua negara dikuasasi rokok putih. Pada tahun 1970 mulailah reformasi dan kretek menguasai 95% pangsa pasar di Indonesia,” tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News