Reporter: Issa Almawadi, Juwita Aldiani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Industri pengguna gula rafinasi mulai resah mencermati ketersediaan pasokan gula rafinasi. Mereka mengeluhkan langkanya pasokan gula bertekstur putih yang umum digunakan untuk kebutuhan industri kecil, menengah, dan besar tersebut.
Salah satu pelaku industri yang mengeluhkan kekosongan pasokan gula rafinasi tersebut adalah Dadang Caat Somantri, salah satu distributor dodol Jayarasa di Jawa Barat.
Dadang yang mewakili industri dodol dari Garut, Jawa Barat tersebut bilang, ketiadaan pasokan gula membuat produksi dodol terhenti. "Sudah 10 hari terakhir tak ada pasokan dodol ke kami, karena empat pabrik dodol merek Jayarasa tidak ada yang produksi," kata Dadang kepada KONTAN Minggu (15/5).
Padahal, kata Dadang, mereka biasanya rutin mendapat pasokan dua ton dodol Jayarasa per hari. Usut punya usut, Dadang bilang, sumber masalah ada pada ketiadaan gula rafinasi sebagai bahan baku utama dodol. Kalaupun ada, harganya teramat mahal dan tidak mencapai harga ekonomis.
"Ujung-ujungnya, bakal banyak orang yang kehilangan pekerjaan," imbuh Dadang.
Kelangkaan gula rafinasi ini dibenarkan Asosiasi Gula Rafinasi Indonesia (AGRI). Faiz Ahmad, Direktur Eksekutif AGRI bilang, banyak industri makanan dan minuman skala besar telah meningkatkan pembelian gula rafinasi menjelang Puasa dan Lebaran. Kenaikan permintaan gula rafinasi dari industri besar tersebut mencapai 30% ketimbang bulan-bulan biasanya.
"Akibatnya industri kecil menengah mengalami kekurangan pasokan gula rafinasi," kata Faiz kepada KONTAN pada Minggu (15/05).
Kebanyakan industri makanan dan minuman skala besar tidak mengalami masalah dalam hal pasokan gula rafinasi. Sebab, mereka kebanyakan membeli dengan sistem kontrak, yang sudah aman dari sisi harga dan juga waktu pengiriman.
Ini berbeda dengan nasib industri makanan dan minuman skala kecil termasuk perusahaan dodol yang membeli gula rafinasi langsung dari pasar. Sementara, harga gula rafinasi di pasar akan naik menjelang Ramadan, karena naiknya permintaan.
Bulan lalu, kata Faiz, harga gula rafinasi stabil di kisaran harga Rp 9.500 per kilogram (kg). "Sampai saat ini harga naik sudah mencapai Rp 10.500 per kg," ujarnya.
Periode impor
Sejatinya, sudah ada pembagian peruntukan gula rafinasi untuk industri kecil menengah, yaitu 15% dari total produksi. Namun, Faiz tak yakin, alokasi gula untuk industri kecil tersebut bisa didistribusikan dengan benar. Apalagi, kata Faiz, aturan porsi 15% gula rafinasi untuk industri kecil dan menengah itu tidak tegas.
Selain masalah alokasi, Faiz juga mengeluhkan aturan impor bahan baku gula rafinasi alias raw sugar yang memberatkan. Karena itu Faiz meminta aturan impor dibuka setiap enam bulan, bukan per tiga bulan seperti saat ini.
"Supaya perencanaan dan kepastian ketersediaan gula mentah teratur," papar Faiz.
Tak hanya masalah perencanaan impor, negara sumber pembelian gula juga punya masalah masing-masing. Menurut Faiz, di Brazil sedang ada masalah politik, sehingga pembelian gula dari wilayah tersebut penuh risiko.
"Thailand saat ini mengalami kekeringan. Adapun Australia belum panen," tambahnya. Untuk mengatasi masalah ini, Faiz berjanji akan turun ke lapangan memastikan pasokan gula rafinasi untuk industri kecil dan menengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News