kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.901.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.541   37,00   0,22%
  • IDX 7.538   53,43   0,71%
  • KOMPAS100 1.059   10,21   0,97%
  • LQ45 797   6,35   0,80%
  • ISSI 256   2,43   0,96%
  • IDX30 412   3,30   0,81%
  • IDXHIDIV20 468   1,72   0,37%
  • IDX80 120   1,05   0,88%
  • IDXV30 122   -0,41   -0,34%
  • IDXQ30 131   0,79   0,61%

Hadapi Tarif AS, ATLI Sebut Banyak Tantangan di Dalam Negeri


Kamis, 31 Juli 2025 / 23:16 WIB
Hadapi Tarif AS, ATLI Sebut Banyak Tantangan di Dalam Negeri
ILUSTRASI. Pekerja mengangkut ikan tuna sirip kuning kualitas ekspor di Pelabuhan Perikanan Samudera, Lampulo, Banda Aceh, Aceh. Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) yakin kualitas produk laut Indonesia, khususnya ikan tuna, dapat bersaing di pasar ekspor Amerika Serikat (AS). Namun, tarif yang lebih tinggi dari pesaing tetap berpotensi memberatkan produsen domestik. ANTARA FOTO/Ampelsa/tom.


Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Putri Werdiningsih

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) yakin kualitas produk laut Indonesia, khususnya ikan tuna, dapat bersaing di pasar ekspor Amerika Serikat (AS). Namun, tarif yang lebih tinggi dari pesaing tetap berpotensi memberatkan produsen domestik.

Ketua Perdagangan Luar Negeri ATLI Rani Ko menyebut, para pelaku usaha produk laut tetap berharap tarif ekspor tambahan ke AS tetap bisa diturunkan. Pasalnya, dari dalam negeri masih ada tekanan tersendiri yang memberatkan biaya produksi. 

“Secara garis besar kualitas produk Indonesia lebih baik dari Vietnam, Malaysia, ataupun Thailand. Namun dari dalam negeri masih butuh perbaikan, seperti pungutan PNBP (penerimaan negara bukan pajak) dan regulasi yang menghambat ekspor,” ungkap Rani kepada Kontan, Kamis (31/7). 

Baca Juga: KKP Sinergi dengan BPJPH Pastikan Kehalalan Produk Perikanan

Apalagi dengan tarif tambahan yang otomatis juga menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), belum memberikan keringanan soal PNBP.

“KKP harapannya ada sense of crisis untuk menyesuaikan agar PNBP kapal berukuran di bawah 60 GT jadi 2%–3%, untuk kapal di atas 60 GT jadi 5%,” katanya.

Ia bilang pesaing utama Indonesia dalam sektor ini adalah Vietnam dan Ekuador. Memang Vietnam dapat tarif tambahan lebih tinggi, yakni 20%. Namun, Ekuador dapat tarif tambahan yang jauh lebih rendah, yakni 10%. 

Maka dari itu, ia berharap tarif tambahan Indonesia juga bisa ditekan lebih lanjut. “Kami harap bisa ke 10% atau bahkan 0%,” tegasnya. 

Diversifikasi pasar terkendala

Di tengah risiko penurunan daya saing di pasar AS akibat tarif tambahan yang lebih tinggi, Rani bilang diversifikasi pasar juga terbentur halangan regulasi. 

Ia menjelaskan, sejumlah negara tujuan ekspor masih menggunakan skema G-to-G (government to government). Nah, perizinan menjadi kendala besar bagi pelaku usaha yang belum mengantongi approval number.

“Perlu waktu cukup lama untuk registrasi dan dapat approval number,” katanya.

Baca Juga: Koperasi Desa Digerakkan, Ikan Jadi Salah Satu Sumber Protein Utama Masyarakat

Pun untuk negara-negara yang prosesnya lebih mudah, seperti Asia Tenggara, produk umumnya dihargai lebih rendah dengan volume lebih rendah. 

Di luar itu, pengalihan pasar juga membutuhkan riset dan promosi yang ujung-ujungnya perlu disokong biaya tambahan.

“Belum lagi sejumlah produk, seperti tuna dan udang, lebih besar di AS dibanding negara-negara lain,” pungkasnya.

Selanjutnya: Pasar Mobil Hybrid Menguat, Astra Financial Gencar Salurkan Pembiayaan Khusus Hybrid

Menarik Dibaca: Yuk Jalan-jalan, Ini Jadwal KRL Jogja Solo pada Jumat 1 Agustus 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×