Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. Sejak diterapkan kewajiban ekspor timah lewat bursa berjangka pada 30 Agustus silam, perdagangan timah asal Indonesia makin bersinar. Bahkan, pada akhir pekan lalu, harga jual timah telah mencapai US$ 23.195 per ton, jauh lebih tinggi ketimbang harga jual tahun 2012 yang anjlok ke harga US$ 18.000 per ton.
Volume transaksi timah batangan di Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) pun terus meningkat. Sejauh ini, total transaksi perdagangan timah di BKDI telah mencapai sekitar 515 metrik ton.
BKDI juga telah mengekspor perdana timah melalui pelabuhan Pangkalbalam, Bangka akhir pekan lalu. "Kami mengapalkan perdana sebanyak 149,99 ton timah, sisanya masih tersimpan di gudang menjadi hak pembeli," kata Megain Widjaja, Direktur Utama BKDI kepada KONTAN, Senin (23/9).
Adapun penjual pemegang izin ekspor timah alias Eksportir Terdaftar (ET) timah adalah PT Mitra Stania Prima (MSP), PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Inti Stania Prima (ISP). Sedangkan pembeli timah ini adalah Toyota Tsusho Corp, Westin Trade Global Ltd dan Uni Bros Metal Pte Ltd. Nilai transaksi dalam ekspor perdana tersebut mencapai US$ 10,7 juta.
Seperti diketahui, harga timah sejak masuk BKDI terus bergerak positif. Pada saat pembukaan per 30 Agustus 2013, harga jual timah tercatat US$ 21.510 per ton. Pada penutupan bursa pekan lalu, harga timah di level US$ 23.195 per ton, naik 7,8%.
Melihat perkembangan perdagangan timah di bursa berjangka yang cukup positif, Agung Nugroho, Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk optimistis harga timah di pasar ekspor akan terus meroket. Ia juga yakin mulai November 2013, para pembeli timah dari luar negeri akan turut masuk menjadi pemain di BKDI. "Sampai akhir September ini, harga timah sudah menembus level US$ 23.000 per ton. Kami makin yakin di pengujung tahun 2013 ini, harga akan mencapai US$ 25.000 per ton," kata Agung.
Meski harga naik, perusahaan plat merah berkode saham TINS ini belum berencana meningkatkan produksinya. Agung menyatakan, target produksi perusahaan pelat merah ini tetap sebesar 28.000 ton- 30.000 ton hingga Desember mendatang.
Agung menyatakan, TINS optimistis akan mampu merealisasikan ekspor timah di bursa berjangka sebanyak 1.000 ton per bulan. Dia menyatakan, TINS tak semata-mata mengejar volume ekspor melainkan mempertimbangkan sisi harga. "Lebih baik 1.000 ton per bulan dengan harga US$ 25.000 per ton, daripada menjual 2.000 per ton namun harganya jatuh sampai US$ 19.000 per ton," jelasnya.
Catatan saja, transaksi timah di Bursa Timah Indonesia (BTI) yang dikelola BKDI sempat menuai protes. Selama ini, ekspor timah batangan dilakukan lewat Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Tapi, Permendag Nomor 32/2013 mewajibkan ekspor timah batangan melalui BKDI. Alhasil, sejak Agustus, perdagangan timah di BBJ tak diakui.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News