Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga biji kakao di pasar global masih berada di level tinggi menjelang akhir tahun 2024. Tren ini menguntungkan bagi para pelaku usaha kakao, namun menjadi tantangan bagi industri pengolahan yang bergantung pada bahan baku tersebut.
Data Trading Economics menunjukkan harga kakao global mencapai US$8.138 per ton pada Kamis (14/11), naik 106,26% year-on-year (YoY) dalam setahun terakhir.
Baca Juga: Pemerintah Mengatur 10 Komoditas Strategis
Ketua Umum Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo), Soetanto Abdullah, menjelaskan bahwa lonjakan harga ini disebabkan oleh gangguan pasokan global akibat cuaca buruk di negara penghasil utama seperti Pantai Gading dan Ghana.
Produksi di kedua negara tersebut juga terdampak oleh penyakit Cocoa Swollen Shoot Virus (CSSV).
"Kenaikan harga kakao ini disambut baik oleh petani karena memberikan peluang keuntungan lebih melalui ekspor, terutama dalam bentuk lemak kakao setengah jadi," kata Soetanto.
Dekaindo mencatat bahwa mayoritas ekspor kakao olahan Indonesia ditujukan ke Amerika Serikat, Kanada, dan Malaysia.
Baca Juga: Pembentukan RUU Komoditas Strategis Harus Dibarengi Pembangunan Ekosistem Industri
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor mentega, lemak, dan minyak kakao meningkat 121,23% YoY menjadi US$1,04 miliar pada periode Januari-September 2024.
Namun, lonjakan harga kakao memberikan tantangan bagi industri makanan-minuman (mamin) di dalam negeri.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, menyatakan bahwa kenaikan harga kakao berdampak pada peningkatan biaya bahan baku di sektor mamin.
Meskipun begitu, ia menegaskan bahwa produsen harus berhati-hati dalam menaikkan harga produk untuk konsumen akhir, mengingat daya beli masyarakat yang sedang melemah.
"Dengan kondisi sekarang, kecil kemungkinan harga produk ke konsumen akhir dinaikkan," ujar Adhi.
Baca Juga: Genjot Kinerja Industri Mamin, Kemenperin Gulirkan Restrukturisasi Mesin
Para produsen mamin lebih memilih berinovasi dan melakukan efisiensi untuk menghadapi dampak kenaikan harga kakao.
Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (Asrim) Triyono Prijosoesilo juga menyatakan bahwa produsen minuman yang menggunakan kakao sebagai bahan baku merasakan kesulitan akibat fluktuasi harga komoditas ini.
Sebagai solusi, beberapa produsen berupaya mencari alternatif bahan baku yang lebih terjangkau atau meluncurkan produk dalam kemasan ekonomis.
Dekaindo memproyeksikan harga kakao global akan tetap tinggi dengan pergerakan antara US$ 6.000 hingga US$ 8.000 per ton hingga akhir tahun.
Selanjutnya: Bantuan Tunai Menjadi Pengerek Ekonomi di Beberapa Negara Asia
Menarik Dibaca: 4 Langkah Membersihkan Makeup dengan Micellar Water, Mata atau Bibir Dulu?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News