Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan di wilayah Timur Tengah berdampak pada bergejolaknya harga minyak global. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan harga minyak memang sensitif terhadap isu geopolitik dan terjadi tidak hanya hari-hari ini saja.
Melansir laporan dari Reuters, harga minyak melonjak lebih dari 5% pada Kamis (3/10), harga minyak mentah Brent naik US$ 3,72 (5,03%) menjadi US$ 77,62 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) naik US$ 3,61 (5,15%) menjadi US$ 73,71 per barel.
"Ya harga minyak bergejolak itu kan enggak hari-hari ini saja. Harga minyak sangat sensitif terhadap geopolitik. Gak sekadar kayak komoditas biasa, yang hanya terkait supply demand. Tapi kalau minyak itu, belum terjadi shorted (kekurangan) saja, isu saja sudah menjadi mengkhawatirkan akan kurang pasok. Jadi perilakunya seperti itu," kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agus Cahyono Adi di Kementerian ESDM, Jumat (4/10).
Harga minyak yang bergejolak dikhawatirkan akan menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis non-subsidi naik. Akan tetapi, kata Agus, untuk pengaturan harga jenis bahan bakar umum dilakukan oleh badan usaha (BU) terkait.
Baca Juga: Tambahan Pasokan Minyak dari Libya dan Pulihnya Pelabuhan AS Tekan Harga Minyak
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Permen ESDM Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perhitungan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
“BBM non-subsidi ya setiap bulannya mengikuti (harga keekonomian). Ada aturan bahwa untuk jenis bahan bakar umum itu dilakukan oleh badan usaha terkait dengan kita di Permen tersebut mengatur berapa sih batasnya. Ada rumusannya di situ,” ujar Agus.
Jika harga BBM non-subsidi mengalami kenaikan, maka dikhawatirkan ini akan membuat masyarakat beralih menggunakan BBM subsidi. Saat ini pemerintah tengah terus merumuskan regulasi agar penyaluran BBM bersubsidi bisa tepat sasaran.
“Nah seperti itu kan Pak Menteri (ESDM) juga udah jelas menyampaikan bahwa ini sedang melakukan kajian agar benar-benar BBM yang bersubsidi itu tepat sasaran. Ditentukan siapa yang berhak sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan berapa sih mereka tuh kalau dengan tingkat seperti itu konsumsinya berapa. Itu yang sedang dikaji biar nanti pelaksanaannya gak berbelit,” pungkas Agus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News