Reporter: Dina Farisah | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Harga minyak mentah masih akan terjun bebas ke level terendah hingga enam bulan ke depan. Mengutip Bloomberg, Jumat (20/2), kontrak minyak pengiriman April 2015 di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 50,81 per barel. Harga merosot 1,96% dibandingkan hari sebelumnya.
Harga minyak sulit menanjak karena stok yang berlimpah. Mengutip laporan Energy Information Administration (EIA), persediaan atau cadangan minyak mentah naik 7,7 juta barel menjadi 425,6 juta barel pada pekan yang berakhir 13 Februari 2015 lalu. Ini merupakan cadangan minyak mingguan tertinggi di Amerika Serikat (AS) sejak Agustus 1982.
Menurut Goldman Sachs Group Inc, minyak akan jatuh ke level US$ 39 per barel karena melimpahnya produksi minyak di AS. Kondisi ini berkontribusi terhadap kelebihan pasokan minyak mentah global. EOG Resources Inc mengungkapkan, output minyak akibat pengeboran yang lebih cepat dari proyeksi sehingga menekan harga minyak.
EIA memprediksi, output AS akan naik 7,8% atau menjadi 9,3 juta barel per hari pada tahun 2015. Ini merupakan tingkat produksi tertinggi sejak 1972. Melimpahnya produksi minyak AS didorong kombinasi pengeboran horizontal dan hidrolik yang telah menghasilkan shale oil dari Texas ke Dakota Utara.
Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures menilai, harga minyak masih berpeluang terkoreksi selama masih di atas US$ 55 per barel. "Tekanan masih mendominasi pergerakan harga minyak," kata dia.
Selain cadangan minyak AS yang mencapai rekor tertinggi dalam 80 tahun terakhir, risiko pelemahan harga minyak juga datang dari Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang enggan memangkas produksi minyak. "Peluang kejatuhan harga minyak masih terbuka lebar," ujarnya.
Tonny Mariano, Analis
PT Harvest International Futures menuturkan, penguatan harga minyak yang sempat terjadi tertahan oleh laju kenaikan dollar AS. Meski saat ini indeks dollar sedang melemah di level 94,40 akibat tercapainya kesepakatan Yunani, untuk jangka menengah panjang, indeks dollar akan kembali perkasa.
Kondisi ini membebani kinerja minyak mentah, faktor lain penggerus harga minyak adalah berkurangnya permintaan dari pengguna minyak terbesar nomor dua di dunia, yaitu China. "Permintaan dari Asia, khususnya China mengalami penurunan karena sedang berlangsung libur Imlek," imbuh Tonny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News