Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Test Test
JAKARTA. Pada awal Mei ini, harga rumput laut di beberapa sentra produksi, terutama di Bali, menurun dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Berdasarkan pantauan Masyarakat Rumput Laut Indonesia (MRLI), harga rumput laut kering di Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali sudah menyentuh Rp 8.000 per kilogram (kg). Harga ini turun 15,78% dibandingkan harga bulan Maret 2011 yang masih Rp 9.500 per kg.
Jana Anggadiredja, Ketua MRLI, menduga penurunan ini disebabkan oleh memburuknya kualitas rumput laut asal Nusa Penida. Memang, kualitas rumput laut dari daerah ini lebih rendah dibandingkan dari daerah lain seperti Desa Kutuh, Kabupaten Badung, Bali. Penyebabnya, petani rumput laut di Nusa Penida kebanyakan menggunakan teknik budidaya long line, yaitu proses pembudidayaan rumput laut di atas permukaan air laut. Sementara petani di Kutuh kebanyakan menggunakan teknik lepas dasar, yaitu budidaya rumput laut di dasar laut.
Ironisnya lagi, cuaca yang tak menentu pun memperparah kualitas rumput laut di Nusa Penida. Hal ini bisa dilihat dari kadar air rumput laut di Nusa Penida yang melebihi 40%. Akibatnya, para pembeli tidak berani membelinya dengan harga yang normal yaitu Rp 9.500 per kg.
"Penurunan harga ini juga terkait adanya isu tercemarnya perairan di kawasan Nusa Penida oleh tumpahan minyak," tuturnya kepada KONTAN, Senin (9/5). Meski belum bisa dipastikan kebenarannya, tapi isu itu berpotensi menimbulkan sentimen negatif dari para pembeli rumput laut di sana.
Produksi naik
Untungnya, penurunan harga rumput laut itu tidak terjadi di daerah lain. Ketut Mesir, Kepala Desa Kutuh mengatakan, harga rumput laut di daerahnya justru naik dibandingkan bulan sebelumnya. Awal Mei ini, para petani di Kutuh menjual rumput laut seharga Rp 10.000-Rp 11.000 per kg. Padahal, di bulan sebelumnya, harga rumput laut yang diterima petani masih berkisar Rp 8.000-Rp 9.000/kg.
Mesir tidak tahu pasti penyebab kenaikan itu, tapi kemungkinan disebabkan oleh meningkatnya permintaan pasar. "Kalau dari kualitas tidak ada perubahan, kemungkinan besar karena permintaannya yang naik," jelasnya. Informasi saja, dari 700 kepala keluarga (kk) di Desa Kutuh, sebanyak 400 kk di antaranya berprofesi sebagai pembudidaya rumput laut. Saban bulan, para pembudidaya ini bisa memproduksi sekitar 100 ton rumput laut kering.
Kondisi yang sama terjadi di Ternate, Maluku Utara. Syalahuddin, salah satu pembudidaya rumput laut di sana mengatakan, harga rumput laut kering dalam dua minggu terakhir ini telah mencapai Rp 10.000 per kg. Harga ini naik dibandingkan Februari kemarin yang hanya berkisar Rp 7.000-Rp 8.000 per kg.
Syalahuddin menduga kenaikan itu disebabkan oleh tren harga rumput laut di Surabaya. Dalam beberapa pekan terakhir, harga rumput laut di Surabaya meningkat di kisaran Rp 12.000-Rp 14.000 per kg. "Akibatnya, harga di tingkat petani juga ikut naik," tuturnya. Informasi saja, selama ini, rumput laut asal Maluku Utara memang kerap dikirim ke Surabaya untuk memenuhi kebutuhan ekspor maupun pabrik pengolahan di sana. Saban bulan, Ternate bisa memasok 60 ton rumput laut kering.
Sementara itu, produksi rumput laut nasional tahun ini diprediksi akan lebih baik dibandingkan tahun lalu. MRLI memprediksi produksi rumput laut tahun ini untuk jenis carraginan saja sebanyak 218.000 ton, naik 55,49% dibandingkan produksi tahun lalu yang hanya 140.200 ton. Jana mengatakan prediksi ini didasarkan pada ramalan cuaca yang disinyalir akan lebih baik ketimbang tahun lalu. "La nina tidak akan sepanjang tahun lalu," kata Jana. Efeknya, produksi rumput laut nasional akan meningkat.
Penyebab lainnya adalah bertambahnya daerah produksi rumput laut. Jana mengklaim banyak sentra budidaya rumput laut baru yang muncul di beberapa provinsi seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Penambahan ini sudah barang tentu akan mengatrol produksi rumput laut nasional. "Setidaknya, produksi tahun ini tidak akan seburuk tahun lalu," tandas Jana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News