kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga sapi di Nusa Tenggara rendah


Selasa, 20 Desember 2011 / 09:36 WIB
Harga sapi di Nusa Tenggara rendah
ILUSTRASI. OJK memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan akan mencapai kisaran 7,5% tahun ini.


Reporter: Bernadette Christina Munthe | Editor: Edy Can

JAKARTA. Meski harga daging naik jelang hari raya Natal dan tahun baru, namun tidak demikian halnya dengan harga sapi. Harga sapi di daerah, terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB) tergolong sangat rendah.

Menteri Pertanian Suswono bahkan sempat mengeluhkan harga timbang sapi hidup di daerah NTT dan NTB yang saat ini hanya berkisar Rp 15.000 hingga Rp 19.000 per kilogram (kg). Padahal, harga patokan pemerintah atas harga timbang sapi hidup minimal Rp 21.000 per kg. Dengan demikian, peternak bisa mendapatkan untung.

Asnawi, Ketua Asoisasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) mengatakan, rendahnya harga ini bukan karena ada penurunan harga. Menurutnya, harga jual sapi hidup di daerah memang rendah dan tidak mengikuti kenaikan harga daging. Meskipun demikian, ketika sampai di Jakarta, harga sapi dari NTT dan NTB tak berbeda dari daging sapi yang dari daerah lain.

Asnawi mencontohkan, sapi yang harganya Rp 19.000 per kg di NTT dan NTB, lebih rendah 20% dari harga sapi hidup di Jawa Tengah atau Jawa Timur yang mencapai Rp 24.000 per kg. Namun, sesampainya di Jakarta, harga sapi dari Nusa Tenggara ini bisa terkatrol 31,5% menjadi Rp 25.000 per kg. Infrastruktur yang masih buruk serta jarak pengiriman yang jauh, mengakibatkan biaya angkutan lebih mahal.

Penyusutan tinggi

Menurut Asnawi, harga sapi hidup dari Nusa Tenggara bisa lebih rendah karena dalam perjalanan, bobot sapi bisa menyusut. “Dalam perjalanan dari Nusa Tenggara yang memakan waktu lima hari, bobot sapi bisa susut sampai 10%. Sementara sapi di Jawa cuma perlu waktu sehari semalam. Memang berarti biaya pengangkutannya lebih tinggi,” kata Asnawi kemarin.

Celakanya, ukuran sapi asal Nusa Tenggara lebih kecil daripada sapi dari Jawa. Hal ini diperparah lagi dengan kualitas sapi asal Nusa Tenggara yang masih di bawah sapi Jawa dan sapi bakalan eks impor. Kualitas yang relatif rendah tersebut, terlihat pada prosi karkas sapi yang hanya sekitar 46% dari bobot hidup. Padahal, karkas sapi bakalan eks impor dan sapi asal Jawa mencapai lebih dari 50%. Sekadar gambaran, karkas sapi Nusa Tenggara memiliki bobot maksimal 120 kg. Sementara karkas sapi Jawa berkisar 170 kg hingga 350 kg.

Untuk mendorong agar harga sapi peternak di daerah bisa lebih tinggi, pemerintah perlu melakukan berbagai upaya, antara lain memperbaiki infrastruktur di daerah agar biaya angkutan berkurang. Soalnya, biaya pengiriman yang tinggi menyebabkan peternak sapi tak bisa menikmati harga jual sapi yang lebih menguntungkan.

Teguh Boediyana, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) mengatakan, perbaikan fasilitas pengangkutan ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah.

Tidak hanya itu. “Di daerah sentra produksi juga harus mulai dikembangkan rumah pemotongan hewan sehingga sapi dikirim ke Jakarta sudah dalam bentuk daging beku, bukan lagi sapi hidup,” kata Teguh. Dengan demikian, biaya produksi dan pengangkutan lebih murah.

Teguh menilai, strategi ini bisa menjadi solusi. Karena meskipun saat ini banyak konsumen yang menyukai daging segar, namun pasar daging beku juga tetap besar, baik untuk memenuhi kebutuhan industri, maupun konsumsi masyarakat, terutama di perkotaan.

Selain itu, Teguh juga menyebut perlunya memotong mata rantai perdagangan sapi yang panjang yang sering merugikan peternak sapi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×