Reporter: Harry Muthahhari | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemindahan ibu kota baru memiliki berbagai risiko yang perlu dihadapi. Estimasinya, kebutuhan modal yang harus disiapkan pemerintah untuk memindahkan ibu kota sebesar Rp 400 triliun.
Founder Urban+ Sibarani Sofian menerangkan, ongkos Rp 400 triliun itu untuk pemindahan ibu kota dinilai kecil. “Untuk wilayah 400.000 kilometer persegi dan 2.000 hektare kawasan inti, itu kecil,” katanya pada Rabu (31/7).
Biaya Rp 400 triliun dinilai baru bisa menutup kebutuhan kawasan inti sebesar 2.000 hektare saja. Nah, sisanya dibutuhkan model pembiayaan yang membuat investor tertarik.
“Lewat Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta melibatkan swasta yang memiliki pengalaman,” tambahnya.
Baca Juga: Lokasi ibu kota baru di Kalimantan mana? Jokowi umumkan Agustus ini
Model konsep yang diusung juga perlu dipikirkan matang. Beberapa proyek di luar negeri perlu menjadi contoh baik sisi positif maupun negatif.
Kata Sibarani, Brasil melakukan pengembangan Brasilia dinilai gagal karena konsep pembiayaannya banyak bergantung dari pemerintah. Alhasil, pembangunan kota itu justru membuat utang negara cukup tinggi.
Sejong City, Korea Selatan bisa jadi contoh baik bagi pemerintah. Pada konsep ini, pemerintah Korea Selatan membiarkan Sejong City dikembangkan oleh swasta sehingga pusat perkantoran, komersial, dan pusat residensial tertata dengan model perencanaan yang matang.
Ketika kota itu sudah hidup, barulah pemerintah masuk ke kota tersebut dengan model perencanaan yang sudah disiapkan. “Sejong City itu seperti plug and play karena perencanaan matang,” terangnya.
Baca Juga: Jokowi: Dari dulu saya sampaikan ibu kota pindah ke Kalimantan
Sibarani juga menekankan agar pemerintah juga memperhatikan kelangsungan budaya dan hutan di Kalimantan. Sejauh ini, Kalimantan punya nuansa eksotis sendiri yang bisa mendorong pariwisata jika pemindahan ibu kota dikelola dengan baik.
Adanya ibu kota baru itu diharapkan dibangun dengan konsep hijau dan tetap mempertahankan ekosistem yang ada di Kalimantan.
Dengan begitu, pariwisata Kalimantan juga bisa terdorong dengan sendirinya. Lebih dari itu, konsep itu bisa menjadi daya tarik investor agar mau berinvestasi baik untuk properti maupun hotel.