Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Menjelang kenaikan bahan bakar minyak subsidi (BBM) April nanti, pemerintah mulai serius menindaklanjuti program konversi BBM subsidi ke bahan bakar gas (BBG). Salah satunya dengan mengimpor kit konverter.
Setelah meneken kerjasama pengadaan impor konverter kit dengan produsen konverter asal Italia Landi Renzo SpA dan Dymco Co Ltd dari Korea Selatan pada awal 2012 lalu, kini pemerintah menunjuk tiga perusahaan plat merah sebagai pengimpor. Ketiga perusahaan yang beruntung tersebut adalah PT Wijaya Karya, PT Dirgantara Indonesia, dan PT Pinpad.
Pemerintah menugasi tiga perusahaan ini mengimpor 25.000 unit konverter dari dua perusahaan tersebut, mulai tahun ini. Namun, Menteri Perindustrian MS Hidayat belum bisa memberikan gambaran secara detail perihal volume kuota impor pada masing-masing perusahaan tersebut. "Masih kami menghitung," kata MS Hidayat kepada KONTAN Jumat lalu.
Yang pasti, kit konverter impor ini kelak bakal terpasang di mobil dinas pemerintah dan kendaraan umum secara gratis. "Salah satu prioritas pertama adalah pemasangan gratis bagi transportasi publik," katanya.
Supaya alat pengalih bahan bakar ini bisa berfungsi dengan baik, pemerintah juga bakal mendatangkan teknisi dari kedua perusahaan itu. Maklum, tenaga teknisi lokal masih minim pengalaman.
Pemasangan alat ini butuh waktu antara enam sampai delapan jam. Oleh karena itu, Hidayat memasang target bisa memasang sekitar 2.000 unit konverter per tahun.
Pemerintah terpaksa mengimpor kit konverter lantaran produksi konverter di dalam negeri terbatas. Menurut Hidayat, impor konverter ini hanya sebagai pancingan bagi industri dalam negeri untuk bisa memproduksi konverter.
Tunggu pesanan
Direktur Teknik dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Dita Artadoni mengaku belum mendapat surat resmi soal penunjukan PT DI sebagai salah satu importir kit konverter. Untuk itu ia mengaku belum punya rencana detail terkait impor konverter kit ini. "Saya belum dapat kabar resmi," katanya.
Yang pasti, saat ini PTDI mengaku tidak punya kesulitan memproduksi konverter, meski masih ada komponen yang harus diimpor.
Prototipe konverter ala perusahaan yang berbasis di Bandung ini diklaim sudah lulus uji coba dan memenuhi standar yang ditetapkan sejumlah lembaga. Oleh sebab itu Dita yakin bahwa produk PTDI ini bisa bersaing dengan produk impor. Misalnya, tabung konveter PTDI mendapat pengakuan sebagai bejana bertekanan tinggi yang aman dari Kementerian Tenaga Kerja.
Selain itu, sistem kerja peralatan yang PT DI buat sudah lolos uji dari Balai Uji Kementerian Perindustrian. "Kami pakai standar yang sama dengan Eropa," katanya.
Dian pun yakin, produk konverter PTDI bisa bersaing dari sisi harga. Artinya, harganya tidak berbeda jauh dengan konverter impor yaitu antara Rp 12 juta sampai Rp 15 juta per unit.
Perusahaan pembuat pesawat ini mengaku siap bila diminta memproduksi konverter. Saat ini PTDI masih dalam proses pembuatan tabung compressed natural gas (CNG).
Untuk pengembangan proyek converter ini, PTDI sudah menjalin kerjasama dengan beberapa BUMN dan pihak swasta sebagai calon pemasok komponen yang lain.
Yang pasti, pengembangan proyek pengalihan bahan bakar ini masih tergantung pada kepastian pesanan yang diminta pemerintah. Soal penting inilah dia yang benar-benar ditunggu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News