Reporter: Agung Hidayat | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kebutuhan bahan baku plastik di tahun 2017 ditargetkan sebesar 5 juta ton. Jumlah ini meningkat sekitar 11% dari kebutuhan di tahun lalu yang sebesar 4,5 juta ton. Sementara, kapasitas produksi di dalam nengeri hanya sekitar 2,4 juta ton. Sehingga sisa kebutuhan dipenuhi dari impor.
Fajar Budiono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Aromatika, Olefin, dan Plastik (Inaplas), mengatakan, naiknya kebutuhan bahan baku ini disebabkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dan konsumsi bahan plastik yang naik. Untuk itu Inaplas pun mengajak pemerintah untuk membantu produksi bahan baku plastik.
Inaplasi mengusulkan Blok Masela dan Bintuni yang potensial untuk dibangun industri petrokimia. "Momentumnya tahun ini, kalau tidak kita bakal kalah dengan negara seperti Timor Leste yang kabarnya sudah mulai tertarik dengan blok tersebut," sebut Fajar.
Butuhkan dana sebesar US$ 3 miliar untuk komplek 1 yang berada di dalam area dan US$ 2 miliar untuk komplek 2 di luar area blok. Fajar mengklaim perusahaan petrokimia di Indonesia tertarik untuk menginvestasikan dana sebesar US$ 5 miliar untuk pembangunan tersebut.
Namun Fajar memberikan catatan bahwa investasi tersebut akan bisa dieksekusi jika harga gas industri lebih realistis dan kompetitif. "Jika harganya masih US$ 6 per mmbtu masih berat dan kalah saing, sementara industri mengharapkan harga bisa US$ 3 per mmbtu," ujarnya.
Sampai saat ini Inaplas masih menunggu respons pemerintah terhadap tawaran tersebut. "Kalau bisa mulai dibangun sekarang, kita targetnya 2021 sudah rampung dan beroperasi," ujar Fajar. Komplek tersebut ditargetkan berkapasitas produksi methanol 2 juta ton, serta polyethylene dan polypropylene sebanyak 800.000 ton. Dengan bisa memproduksi bahan baku plastik dalam negeri, menurut Fajar, akan lebih hemat biaya produksi industri petrokimia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News