kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   2.000   0,13%
  • USD/IDR 16.140   100,00   0,62%
  • IDX 7.080   43,33   0,62%
  • KOMPAS100 1.058   7,20   0,69%
  • LQ45 827   1,51   0,18%
  • ISSI 216   1,79   0,84%
  • IDX30 423   0,27   0,06%
  • IDXHIDIV20 512   -2,14   -0,42%
  • IDX80 120   0,73   0,61%
  • IDXV30 126   0,70   0,56%
  • IDXQ30 142   -0,50   -0,35%

Indef: Mendag harus kontak langsung India supaya CPO Indonesia dapat fasilitas khusus


Jumat, 17 Januari 2020 / 00:01 WIB
Indef: Mendag harus kontak langsung India supaya CPO Indonesia dapat fasilitas khusus
ILUSTRASI. Petani sawit mengangkut hasil kebun mereka untuk dibawa ke lokasi loading Terima Buah Sawit (TBS) di Desa Semoi III, Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Rabu (28/8/2019). Pembangunan Ibu Kota Negara yang baru di kawasan Pena


Reporter: Umar Tusin | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menganggap, Indonesia bisa mengambil peluang dari ketegangan hubungan Malaysia dengan India. Menyusul rencana India memboikot crude palm oil (CPO) asal negeri Jiran.

Menurut Bhima, situasi ini merupakan peluang emas untuk eksportir sawit Indonesia untuk penetrasi pasar di India. Mengingat setiap tahun India menyerap sembilan juta ton CPO untuk kebutuhan 1,3 miliar penduduknya.

Dengan kebutuhan sebesar itu, CPO tidak bisa tergantikan oleh minyak nabati lokal India. “Saya menyarankan menteri perdagangan langsung kontak pemerintah India agar CPO Indonesia mendapat fasilitas khusus,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (16/1).

Baca Juga: Bukan cuma CPO, India bakal perluas pembatasan impor dari Malaysia

Bhima menambahkan, dengan kondisi ketegangan Malaysia dan India, pemerintah bisa menurunkan bea keluar atau pajak CPO, sehingga harga jual produk Indonesia akan lebih murah.

Dengan momentum ekspor CPO ke India, Bhima menyatakan akan berdampak pada berkurangnya suplai ke program mandatory B30. Bhima menyarankan agar pemerintah lebih difokuskan untuk mendorong ekspor ke India daripada program B30.

“Sebenarnya B30 dari sisi alat berat, otomotif, dan mesin industrinya belum siap, jadi lebih baik difokuskan untuk mendorong ekspor ke India,” ujar Bhima.

Sementara, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Kanya Lakshmi Sidarta mengatakan, permintaan CPO ke India tidak akan terlalu besar.

“Menurut saya tidak akan terlalu besar, karena yang dihitung adalah kombinasi antara tarif,” ujar Kanya kepada Kontan.co.id.

Baca Juga: Standard Chartered: Dampak boikot India atas CPO Malaysia relatif kecil

Menurut Kanya, program B30 akan membuat ekspor CPO menjadi turun. Karena program B30 bersifat mandatory dan harus dikerjakan.

“Ekspor memang diharapkan meningkat, tetapi yang diharapkan adalah produk yang lebih hilir,” ujar Kanya.

Untuk produksi CPO tahun 2020, Kanya memprediksi produksi CPO akan meningkat tipis. Hal ini terjadi karena iklim yang kering dan kurang baik di tahun 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×