Reporter: Noverius Laoli | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Penurunan produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) akibat kemarau panjang atau El Nino yang terjadi tahun lalu dikhawatirkan berdampak pada produksi biodiesel tahun ini. Padahal, pada saat yang sama, permintaan dalam negeri sedang tinggi.
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyebut, seretnya pasokan CPO tahun ini tidak lantas membuat pasokan bahan baku CPO berkurang. Pasalnya, bahan baku produksi biodiesel saat ini telah terlindung kontrak yang diteken sejak Mei 2016 dan berakhir Oktober 2016 mendatang.
"Industri biodiesel telah meneken kontrak pembelian CPO sebanyak 1,5 juta kiloliter (kl) untuk enam bulan," ujar Paulus kepada KONTAN, Rabu (10/8).
Paulus bilang, industri biodiesel akan mendapatkan prioritas utama pasokan CPO dari produsen. Alhasil, mereka tak akan terlalu menggenjot ekspor. Makanya, dia optimistis, produsen CPO akan lebih memilih menjual CPO ke produsen biodiesel ketimbang ke pasar ekspor.
Menurut Paulus, saat ini tren produksi biodiesel tengah melaju kencang seiring konsistensi pemerintah meluncurkan program mandatori pencampuran 20% biodiesel dalam bahan bakar solar atau B20. Karena itu, pasokan CPO untuk di dalam negeri menjadi yang lebih utama.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Gapki Fadhil Hasan menyebut, sampai Juni 2016, stok CPO Indonesia hanya tinggal 1,8 juta ton. Padahal di awal tahun ini, posisi stok masih mencapai 4,36 juta ton. "Penyerapan biodiesel dalam negeri memegang andil paling besar," ujarnya.
Fadhil memprediksi, selama pasokan CPO masih seret, pengusaha bakal cenderung menahan stok mereka untuk memasok kebutuhan industri biodiesel hingga akhir tahun ini. Namun, hal ini tak sepenuhnya berdampak positif. Sebab, dengan mengalihkan pasokan ekspor ke dalam negeri, hal sama artinya dengan menurunkan potensi penerimaan dana pungutan ekspor CPO atau CPO Fund.
Selain itu, meski tren harga CPO mulai naik, tapi untuk pasar dalam negeri akan lebih tertekan karena keterbatasan anggaran subsisi pemerintah.
Hingga Juli 2016, produksi CPO mencapai 14,95 juta ton atau kurang dari 50% dari total target produksi tahun ini yang sebanyak 33 juta ton. Dengan sisa lima bulan, setidaknya tiap bulan produksi CPO harus di atas 3 juta ton untuk memenuhi target. Kini, Gapki berharap produksi Agustus-Oktober bisa maksimal. Pasalnya, saban tahun, di periode itu produksi CPO bisa di atas rata-rata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News