Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi ekspor industri mebel dan kerajinan nasional dinilai bisa tumbuh hingga US$ 5 miliar dalam kurun waktu lima tahun mendatang sepanjang pemerintah tidak menghambat pelaku industri mendapatkan bahan baku kayu legal yang kompetitif. Kalangan pelaku industri mebel meminta dihilangkannya sejumlah regulasi ekspor yang akan menekan kinerja untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal.
Gugatan serius itu mengemuka dalam forum dialog pelaku mebel dan kerajinan dengan Wakil Ketua DPR-RI Korinbang Rachmat Gobel, akhir pekan lalu di Jepara, Jawa Tengah. Dalam kesempatan ini hadir pula anggota DPR-RI Komisi XI Hasbi Anshory.
Sekjen DPP HIMKI Abdul Sobur menilai dalam jangka panjang ancaman kekurangan bahan baku dari dalam negeri kian nyata. Berdasarkan informasi, Kementerian Perdagangan telah menyusun Permendag yang terkait ketentuan ekspor bahan baku kayu (log) dan posisinya sudah di Kementerian Hukum dan HAM.
Baca Juga: PSBB Jakarta akan diumumkan hari ini, Anies beberkan garis besar kebijakan
Draft terakhir Permendag tersebut menyepakati untuk perluasan penampang khusus untuk kayu merbau dan meranti (merah, kuning dan putih). Perluasan itu naik dari 10.000 mm menjadi 15.000 mm yang akan berlaku hingga Desember 2021 yang akan dievaluasi kembali.
Jika disetujui, Permendag tersebut berbahaya, berpotensi merusak hutan alam dan lestari, mematikan industri mebel dan kerajinan karena kehilangan bahan baku, ketergantungan impor, dan pengurasan devisa untuk impor bahan baku kayu. Kalau ini didiamkan, Indonesia akan kehilangan salah satu primadona ekspor dan berdampak negartif pada jutaan orang mulai dari pelaku hingga pekerja di sektor kayu dari hulu hingga hilir.
“Saya dan kawan-kawan di HIMKI melihat ini miris. Menginggat negeri ini kuat karena industri berbasis kayu, dan pemimpin negara ini pun datang dari kegiatan usaha kayu. Saya sedih dan sayang jika peluang kita bisa memberi kontribusi besar untuk pundi-pundi ekonomi negara menjadi tidak maksimal akibat regulasi para menteri terkait. Padahal instruksikan Presiden jelas agar mempermudah ekspor dan menjaga kelangsungan industri,” tegas Sobur.
Kalangan pelaku industri, kata Ketua DPD HIMKI Jepara Raya Maskur Zaenuri, melihat upaya itu kini kian nyata meski belum ada ekspor bahan baku. Mereka terus berupaya, terutama mayoritas asosiasi pelaku di hulu di industri kayu, agar bisa membuka ekspor khususnya perluasan penampang.
Baca Juga: Diumumkan Minggu besok, Anies beberkan garis besar PSBB Jakarta
“Kami akan berjuang dan terus bersuara agar ekspor bahan baku tidak dibuka. Jika kebijakan perluasan penampang disetujui industri nasional kehilangan nilai tambah. Bahan baku habis, devisa dari industri hilang, dan banyak korban jatuh miskin ekstrem karena kehilangan pekerjaan,” ujar Maskur yang juga pemilik CV Aulia Jati Indofurni.
Saat ini, kebutuhan bahan baku di Jepara berkisar 3.000-3.500 meter kubik per bulan, yang di antaranya terdiri dari mahoni dan jati. Para pelaku berharap pemerintah konsisten dan serius mendukung primadona ekspor dengan cara mengkaji ulang untuk tidak membuka ekspor bahan baku secara membabi-buta.
Sementara Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel mengatakan, akan menghimpun seluruh masukan untuk didiskusikan dengan menteri dan pihak terkait sesegera mungkin, agar masalah bisa dieliminir. Dengan demikian regulasi yang menghambat bisa direvisi lebih sederhana dan melindungi pelaku industri.