Reporter: Azis Husaini | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) dibayang-bayangi pemutusan hubungan kerja (PHK). Terbaru, Inpex Corp dan Chevron sudah melakukan PHK di Australia. Bahkan Inpex akan menghentikan proyek gas alam cair (LNG) Ichthys di Australia.
Tidak menutup kemungkinan dua raksasa migas itu juga melakukan hal yang sama Indonesia. Tumbur Parlindungan Mantan President Indonesian Petroleum Association (IPA) menyatakan PHK itu normal karena kondisi market LNG sedang oversupply.
"Kalau merujuk di Australia, operating cost di Australia cukup tinggi apalagi dengan offshore operation yang dilakukan oleh Chevron and Inpex," kata dia ke Kontan.co.id, Sabtu (19/9).
Dia mengatakan, mereka perlu melakukan efisiensi pada saat kondisi sedang turun untuk menyesuaikan biaya dan pendapatan yang mereka terima dari penjualan LNG.
"Pengurangan pegawai untuk melakukan adjustment of operating cost. Dampak dari pengurangan pegawai secara langsung juga mengurangi operating cost yang lain," jelasnya.
Kata Tumbur, hal yang sama soal PHK oleh industri migas bisa saja terjadi di Indonesia meskipun tampaknya akan lebih sulit dilakukan karena labour law-nya lebih rigid dibandingkan di Australia.
Ia menerangkan, saat ini dalam kondisi Covid-19 harga commodity rendah diikuti demand yang terus berkurang. "PHK mungkin salah satu option yang diambil setelah semua efficiency option di exercise," terangnya.
Dia bercerita, yang membuat semakin sulit, tahun 2015-2019 saat bisnis migas mendapat tantangan berbagai kebijakan, semua option efficiency sudah di exercise dan oil and gas company sudah melewati route tersebut tanpa ada PHK.
"Ditambah dengan Covid-19 dan low demand, PHK option mungkin akan di exercise or at least no recruitment and replacement for retire people, mudah-mudahan option PHK tidak di exercise," ujar Tumbur.
Saat ini memang pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) sedang merumuskan insentif agar perusahaan migas bisa bertahan. Namun kata Tumbur insentif yang sedang dirumuskan itu hanya untuk yang sudah produksi.
"Kalau yang development (Masela) dan ekplorasi insentivenya hampir tidak ada impactnya. Skenario yang mungkin dilakukan adalah delay development project and no recruitment," imbuhnya.
Bukan saja KKKS, Tumbur membeberkan, penutrunan harga dan permintaan berimbas pada supporting industry untuk oil and gas seperti service company, EPC dan other supporting company.
"Mereka sudah mulai melakukan pengurangan (tenaga kerja) karena banyak project yang di delay atau cancel," tuturnya.
Dia berharap KKKS tidak menunda proyeka yang berhubungan dengan peningkatan produksi."Jika diley, biasanya mereka yang terkena dampak terlebih dahulu baru KKKS," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News