Reporter: Agung Hidayat | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terbitnya surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama 2018 yang memutuskan perubahan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri dari sebelumnya 4 hari, menjadi 7 hari dipandang kurang bijak oleh industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).
Prama Yudha Amdan, Executive Member Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSYFI) mengatakan ada beberapa efek samping yang ditimbulkan pada penambahan cuti bersama tersebut.
"Biasanya keputusan hari libur akan diikuti dengan SK lanjutan dari Kementerian Perhubungan terkait restriksi jalan tol, tentu biaya logistik akan meningkat drastis," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (19/4).
Untuk industri yang beroperasi 24 jam seperti TPT, menurut Yudha, tentu harus menambah jam lembur karena di saat hari libur, pekerja yang masuk dikategorikan sebagai lembur. "Sehingga katakanlah ada 10 hari libur maka industri terbebani biaya buruh untuk 20 hari normal," katanya.
Selain itu pula dari sisi produksi, kata Yudha, industri akan mendapatkan pengaruh kenaikan beban produksinya. "Hendaknya kebijakan ditetapkan jauh hari (minimal 3 bulan) karena untuk proses shutdown, pengurangan produksi, pengaturan jadwal expor-impor membutuhkan persiapan setidaknya 60 hari," ungkapnya.
Jika libur panjang cuti bersama ini bertambah terus, ditetapkan mendadak tentu tidak berdampak baik bagi industri kita. "Agak kontradiktif dengan semangat yang ingin menggenjot ekspor," timpal Yudha.
Sebagai produsen, dia berharap, operasi pelabuhan nantinya juga harus diperjelas karena pada tahun lalu terdapat kebingungan antara perusahaan freight-forwarder. "Kami siap dengan ekspor, tapi freight-forwarder tidak siap karena tidak ada kejelasan tentang hari libur pelabuhan," pungkas Yudha.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News