Reporter: Oginawa R Prayogo | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Investasi di sektor energi terutama minyak dan gas (migas) ternyata menyimpan persoalan yang membuat investor mengeluh. Setidaknya ada beberapa masalah sektor migas yang selama ini menjadi momok pengusaha.
Setidaknya, masalah ini dikeluhkan oleh Eddy Tampi, ,Chairman PT Sele Raya Merangin Dua saat hadir dalam diskusi terbuka soal investasi migas di Indonesia di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (19/12). "Ada lima poin penting yang berpengaruh dalam investasi migas," kata Eddy.
Berikut lima poin yang dikeluhkan Eddy Tampi tersebut:
Pembebasan lahan
Eddy bilang, pembebasan lahan untuk investasi sektor migas menjadi dilema bagi para investor. Seringkali, penguasa lahan meminta proses ganti rugi lahan dengan nilai lahan naik berlipat-lipat dibandingkan harga lahan di pasaran. "Proses negosiasi itu lama, bisa sampai setahun lebih," ujar Eddy. Menurutnya, proses negosiasi yang lama mengakibatkan pengeluaran perusahaan membengkak dan tidak efisien.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10%
Dalam mencari potensi energi minyak dan gas di Indonesia, investor migas keberatan dengan pengenaan PPN 10% dari nilai pekerjaan. PPN dikenakan mulai dari kegiatan eksplorasi dan juga produksi. Namun begitu, PPN akan dikembalikan jika investor tersebut berhasil menemukan minyak.
Padahal kata Eddy, selain menanggung PPN, investor harus menanggung bunga bank sebesar 10% per tahun. "Kumulatif bunga dan pengeluaran dari PPN tersebut tidak bisa diklaim melalui cost recovery," jelasnya.
Pengurusan Izin
Sementara itu, masalah Izin ternyata masih menjadi momok bagi investor migas. Sebab, izin migas harus diproses di Bupati, Gubernur dan Menteri Kehutanan. Salah satu contohnya adalah, izin penggunaan bahan peledak (handak) prosesnya sangat lama. "Proses urusnya itu bisa sebulan tetapi masa berlaku izin hanya 3 bulan," jelasnya.
Izin masuk peralatan pengeboran Kepabeanan
Perizinan lain yang menjadi masalah industri migas adalah, izin masuknya peralatan pengeboran dan produksi migas dari luar negeri ke Indonesia. Dalam proses izin masuk ke Indonesia itu, pengusaha migas mengeluhkan proses perizinan yang ada di kepabeanan, yang membutuhkan waktu lama, bahkan bisa tiga bulan. "Kami harapkan izin impor alat itu kelar dua minggu," ujar Eddy.
Iklim investasi kondusif
Selain itu, masalah iklim investasi yang kondusif ternyata menjadi idaman bagi industri migas. Eddy bilang, iklim investasi kondusif diharapkan investor bisa terjadi saat pembebasan lahan lancar, birokrasi, operasi yang lancar dan pembagian hasil produksi yang wajar yang saling menguntungkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News