Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) menyambut positif rencana pemerintah memacu hilirisasi di sektor minyak dan gas (migas). Ketua Komite Investasi Aspermigas, Moshe Rizal mengatakan, peluang investasi migas terbuka lebar di bidang petrokimia.
Menurutnya, tingkat keekonomian investasi di bidang petrokimia cukup menarik. Terlebih, kebutuhan akan produk-produk petrokimia sebagai bahan baku barang-barang mulai dari pakaian, tas, hingga mobil, menurut Moshe masih akan terus meningkat.
“Kalau minyak itu mayoritas itu digunakan justru industri petrokimia, untuk membuat barang-barang kita ini. Industri petrokimia selalu akan terus tumbuh karena kita terus membutuhkan produk, populasi dunia juga masih terus bertambah, populasi Indonesia juga terus bertambah,” tutur Moshe saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (19/1).
Baca Juga: Ekonom Sarankan Agar 3 Produk Ini Tidak Masuk dalam Program Hilirisasi
Berbeda dengan investasi petrokimia, investasi pengembangan kilang untuk kebutuhan energi, menurut Moshe, lebih menantang lantaran tingkat keekonomiannya yang tidak semenarik investasi pengembangan pabrik petrokimia.
Ia mencontohkan, harga jual bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia relatif lebih rendah dibanding sejumlah negara lain yang harganya bisa mencapai puluhan ribu per liter.
Sementara itu, biaya produksi minyak di hulu bisa mencapai US$ 20 - US$ 40 per barel, melampaui biaya produksi negara lain yang bisa berada di bawah US$ 10 per barel. Di sisi lain, investasinya cukup besar, yakni bisa mencapai US$ 10 miliar - US$ 15 miliar untuk kilang berkapasitas 300.000 barel per hari.
“Untungnya sih ada, tapi kecil. Investasi kilang perlu dikombinasikan dengan investasi petrokimia agar keekonomiannya lebih menarik dan bisa saling menutupi,” tutur Moshe.
Sebelumnya, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menyampaikan pemerintah tengah fokus melakukan hilirisasi guna mendongkrak investasi dan penciptaan lapangan kerja. Menurutnya, pemerintah sudah memiliki peta jalan hilirisasi investasi strategis terhadap 8 sektor prioritas yang mencakup 21 komoditas.
Kedelapan sektor prioritas tersebut diyakini mampu menciptakan peluang investasi US$ 545,3 miliar hingga tahun 2035 mendatang. Sektor minyak dan gas bumi sendiri diproyeksi memiliki peluang investasi US$ 67,6 miliar hingga tahun 2025.
“Kami tidak ingin berakhir hilirisasi di nikel saja. Bila komoditas-komoditas ini dihilirisasi, maka juga akan berdampak pada penerimaan negara dan peningkatan neraca perdagangan," tandas Bahlil dalam konferensi pers Selasa (17/1) di Davos, Swiss.
Meski peluangnya ada, pemerintah, menurut Moshe, tetap memiliki ‘pekerjaan rumah’ untuk menarik investasi di sektor migas. Salah satunya, pemerintah perlu aktif terlibat dalam membantu investor yang mengalami kendala pembebasan lahan serta mempermudah perizinan.
Selain itu, pemerintah, kata Moshe, juga bisa mempelajari negara-negara lain untuk menciptakan iklim investasi yang unggul, sebab Indonesia juga bersaing dengan negara-negara lain dalam menggaet investasi.
“Kita harus benchmarking ya dengan negara-negara lain, kira-kira posisi kita di mana, apakah insentif-insentif yang diberikan oleh pemerintah itu sudah cukup menarik dibandingkan negara lain,” tutur Moshe.
Baca Juga: Gunung Raja Paksi (GGRP) Dukung Rencana Hilirisasi Besi dan Baja
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News