Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) angkat suara menyikapi ramainya pemberitaan mengenai laporan keuangan perusahaan tahun 2018 yang memasukkan piutang menjadi pendapatan. Menurut manajemen hal itu tidak melanggar Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23 karena secara substansi Pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima.
PSAK 23 menyatakan 3 kategori pengakuan pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas bunga, royalti dan dividen dimana seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan yaitu Pendapatan dapat diukur secara handal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas dan adanya transfer of risk.
Sejalan dengan hasil audit KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan, member of BDO international yang merupakan Big 5 (Five) Accounting Firms Worldwide dinyatakan dalam pendapat auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam seluruh hal yang material atau wajar tanpa pengecualian.
"Manajemen yakin bahwa pengakuan Pendapatan atas Biaya Kompensasi atas transaksi dengan Mahata telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sebagai Big5 Audit Firm, BDO seharusnya telah menerapkan standar audit internasional yang sangat baik” jelas Fuad Rizal, Direktur Keuangan GIAA dalam siaran pers, Minggu (28/4)
Iwan Joeniarto, Direktur Teknik dan Layanan Garuda menambahkan kerja sama layanan konektivitas antara Garuda Grup dengan Mahata merupakan kerja sama yang saling menguntungkan dan juga dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang untuk menunjang perkembangan e-commerce yang sangat pesat dan berkembang saat ini.
Mahata telah didukung oleh Lufthansa System untuk kerja sama sistem on-board network, Lufthansa Technic untuk penyediaan perangkat wifi di Pesawat, Inmarsat dalam hal kerja sama konstelasi satelit, CBN dalam hal kerja sama penyediaan jaringan fiber optik, KLA dalam hal kerja sama penjualan kuota pemakaian internet dan juga dengan Aeria dan Motus untuk kerja sama penyediaan layanan penjualan iklan, untuk mendukung memberikan pelaksanaan layanan kepada Garuda Grup.
Pada perjanjian kerja sama layanan konektivitas dalam penerbangan dan pengelolaan layanan hiburan di pesawat, terdapat dua transaksi yaitu biaya kompensasi atas penyerahan hak pemasangan layanan konektivitas serta pengelolaan in-flight entertainment, dan bagi hasil (profit-sharing) atas alokasi slot untuk setiap pesawat terhubung selama periode kontrak.
Atas transaksi tersebut, Garuda Grup mengakui pendapatan yang merupakan pendapatan atas penyerahan hak pemasangan konektivitas, seperti hal nya signing fee/biaya pembelian hak penggunaan hak cipta untuk bisa melaksanakan bisnis di pesawat Garuda Grup.
Penjualan atas hak ini tidak tergantung oleh periode kontrak dan bersifat tetap dimana telah menjadi kewajiban pada saat kontrak ditanda tangani. Garuda grup tidak memiliki sisa kewajiban setelah penyerahan hak pemasangan alat konektivitas tersebut.
Sesuai dengan pendapat hukum dari Kantor Hukum Lubis, Santosa & Maramis bahwa pembayaran kompensasi Hak pemasangan tersebut tidak serta-merta menimbulkan kewajiban Garuda Grup untuk mengembalikan Biaya Hak kompensasi yang telah dibayarkan Mahata apabila dikemudian hari terdapat pemutusan kontrak kerjasama.
Untuk memenuhi prinsip Good Corporate Governance, Garuda Grup telah melakukan kajian risiko terhadap transaksi ini dan juga telah melakukan analisa terhadap mitigasi risiko nya. Garuda Grup juga melakukan proses bisnis dengan cara “know your customer “ untuk menganalisa kebutuhan pelanggan yang sejalan dengan potensi risiko atas illegal intentions terhadap bisnis Grup.
Sebelumnya, Laporan Keuangan GIAA untuk tahun buku 2018 ditolak oleh dua komisaris. hal ini karena perbedaan pendapat mengenai pencatatan akuntansi. Imbasnya tahun lalh GIAA meraup laba US$ 5,02 juta, padahal tanpa pengakuan pendapatan dari Mahata dan piutang dari PT Sriwijaya Air sebenarnya GIAA masih merugi US$ 244,96 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News