Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun depan, membuat sejumlah pelaku industri merumuskan berbagai strategi. Apalagi pada Rabu lalu Kementrian Perindustrian mengumumkan pelaku industri yang masuk dalam kategori ofensif dan defensif saat MEA berlaku.
Salah satu yang masuk dalam kategori defensif adalah industri alas kaki. Ketua Pengembangan Usaha Dalam Negeri Asosiasi Sepatu Indonesia (Aprisindo) Marga Singgih berkomentar, hal tersebut dikarenakan industri alas kaki adalah industri padat karya, atawa industri yang menyerap banyak tenaga kerja.
Namun begitu, ada beberapa hal yang bisa dijadikan peluang bagi industri alas kaki saat MEA berlangsung. Pertama, sepatu saat ini sudah bergeser dari kebutuhan sekunder menjadi primer bagi masyarakat Indonesia. Kedua, Indonesia itu sebagai produsen sepatu di dua segmen yaitu, sport dan casual.
"Contohnya, produsen sepatu sport yang terbesar selain di Indonesia yaitu Vietnam. Tapi Vietnam tak punya produsen sepatu casual. Untuk produsen pasar casual (kulit) selain di Indonesia, Malaysia juga ada. Tapi Malaysia tak punya produsen sepatu sport. Hanya di Indonesia yang punya keduanya," jelas Marga.
Disinggung mengenai insentif pemerintah tergahadap MEA, Marga bilang, "Tak ada, pemerintah cuek saja, kita malah menjadi pelaku industri yang mandiri."
Bukan berarti Industri alas kaki tak mempunyai tantangan untuk menhadapi MEA. Marga mengatakah satu-satunya tantangan yaitu, biaya bea masuk komponen sepatu yang cukup tinggi. Karena sebagian besar masih impor dari Cina. "Khususnya bagi aksesori sepatu sport lebih dari 50% masih impor," tutupnya. Selain industri alas kaki, ada pula industri garmen, semen, dan keramik yang termasuk dalam kategori defensif.
Untuk kategori ofensif sendiri terdiri dari industri, tekstil, logam, karet, otomotif, makanan dan minuman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News