Reporter: Kiki Safitri | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - TANGERANG. PT Aetra Air Tangerang yang bergerak dalam Industri Pengelolaan Air (IPA) saat ini sedang melakukan penelitian dalam pengembangan pengelolaan limbah air menjadi sebuah inovasi baru, yakni batu bata.
Selama ini, pengelolaan limbah hasil produksi air bersih di berikan kepada pihak ketiga, yakni PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). Namun, mengingat pengelolaan limbah ini memakan biaya yang cukup besar, ke depannya PT Aetra Air Tangerang berencana mengolah limbahnya sendiri.
"Kita sudah berikan (limbah) ke perusahaan pihak ketiga untuk diproses PPLI. Kalau di sini, semua sludge (limbah) diangkut keluar dan tidak ada yang terkumpul dan dibuang ke sungai. Semua diproses hingga tahap terakhir semacam sludge cake (limbah pekat) atau bongkahan tanah kering," kata Presiden Direktur PT Aetra Tangerang, Edy Hari Sasano.
"Kebanyakan langsung dibuang dan dikembalikan ke sungai. Kalau kita ada sludge drying bed (wadah pengeringan lumpur)," tambahnya.
Sejauh ini, pengelolaan limbah belum dapat terealisasi sempurna karena masih dalam proses penelitian. Hal ini disampaikan oleh Hendro Widodo selaku Senior Manager Produksi dan Distribusi PT. Aetra Air di Kabupaten Tangerang Kecamatan Sepatan, Jumat (8/7).
"Sudah agak lama ya penelitiannya. Formula baru ini sudah diterapkan beberapa minggu yang lalu. Ini saya dapatkan dari hasil risetnya orang Mesir," kata Hendro.
Hendro menambahkan bahwa dalam satu tahun hasil limbah mencapai lebih dari 10 truk. Limbah itu kemudian diambil dengan material yang mirip dengan sedimen atau endapan sungai. Sejauh ini material dipakai untuk pengurukan sungai.
Dalam melakukan riset, Hendro menggunakan berbagai komposisi material kimiawi pengganti. Salah satu komponen penting dalam pembuatan batu bata adalah unsur Silika (Si) yang dapat diganti dengan abu sekam.
"Komposisi yang dimiliki bata 75% limbah dan 25% abu sekam. Setelah kita coba dan ini terlalu ringan dan juga kekuatannya belum bagus. Kita juga sedang coba dengan komposisi yang lebih rendah. Sekam itu kan ringan, apalagi abu. Atau terlalu banyak mungkin dan terlalu ringan, jadi kekuatannya belum sesuai. Ini seperti hebel tapi kekuatannya belum," ujar Hendro.
Hendro juga menjelaskan, pembuatan batu bata yang bagus itu adalah dengan jumlah Silika yang cukup. Jumlah yang cukup tersebut akan membentuk bata yang keras dan berkualitas baik.
Penggunaan abu sekam merupakan bahan pengganti yang mengandung unsur Silika tinggi. Proses ini terkendala lantaran dalam risetnya Hendro belum menemukan formula pencampuran yang pas. Bahkan selama ini teknik pengeringan limbah juga secara alami dengan matahari sehingga memakan waktu cukup lama.
"Nanti kira-kira kalau kita sudah menemukan formula yang bagus, kita akan coba beli mesinnya untuk membuat batu bata," ujarnya.
Edy menjelaskan jika dalam satu tahun sekitar 20 truk limbah yang diperoleh maka akan ada lebih kurang 50.000 hingga 100.000 batu bata yang diproduksi. Namun itu bersifat fluktuatif bergantung dari berbagai hal seperti cuaca dan tingkat produksi air.
Untuk target jangka panjang, hasil limbah berupa batu bata ini akan dijual. Menurut Hendro, meskipun tidak terlalu komersil paling tidak nilai keuntungan ini akan membantu mengatasi biaya evakuasi limbah lumpur (sludge) yang mencapai 250 juta per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News