Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal
KONTAN.CO.ID - Meski disebut negara agraris, nyatanya Indonesia masih mengimpor beras dari negara lain. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2022 lalu, tercatat jumlah impor beras Indonesia sebanyak 407.741 ribu ton pada tahun 2021.
Kepala BPS Margo Yuwono menjelaskan, beras yang diimpor lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri perhotelan dan pariwisata. "Sebagian besar beras untuk industri," kata Margo, merujuk laporan Tempo.co pada 15 Agustus 2022.
Ketergantungan pada impor dapat mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Pemerintah pun berupaya mengurangi impor bahan pangan dengan berbagai langkah strategis. Sebagai bagian dari dukungan terhadap program pemerintah mengurangi impor pangan, PT Widodo Makmur Perkasa, Tbk (kode saham WMPP) melalui Yayasan Kesatriaan Entrepreneur Indonesia (KEI), menggelar pelatihan bernama Kesatriaan Tani Muda.
Selain Kesatriaan Tani Muda, terdapat empat program lain yang diselenggarakan KEI guna mengembangkan usaha pertanian nasional, di antaranya sejuta agropreneur muda, inkubasi bisnis, pengembangan ekonomi petani dan peternak, serta pengembangan ekonomi pesantren. Melalui empat program tersebut, WMPP bermimpi dapat menciptakan satu juta entrepreneur muda di Indonesia.
Inovasi petani muda
Pelatihan Kesatriaan Tani Muda nyatanya bermanfaat bagi generasi milenial. Afriana Putri Chajatiningrum, mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarta-Magelang, merasakan manfaat pelatihan itu dengan berinovasi di dunia pertanian. Bersama ketiga temannya, Afriana (21) memilih industri pertanian karena punya potensi pasar dan tingkat konsumsi yang tinggi di dalam negeri.
Alasan sosial jadi motivasi lain Afriana untuk meningkatkan kesejahteraan petani lokal. Menurutnya, produk pertanian harus dapat dijual dengan harga kompetitif agar hidup petani menjadi lebih sejahtera.
Afriana menuturkan, ia bersama teman-temannya membentuk kelompok usaha yang berfokus mengembangkan potensi beras merah hasil petani lokal. Sewaktu usaha dimulai pada Agustus 2021, mereka ikut terkendala Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Namun, semangat Afriana dan teman-teman tak padam untuk merealisasikan konsep usaha yang didapat selama pelatihan. Terinspirasi dari tantangan yang mereka hadapi saat pandemi, Afriana bersama ketiga rekannya menamakan usaha mereka dengan Produsen Pangan Kesatria Muda (PPKM).
Kemudian, mereka memilih beras merah sebagai komoditas usaha pangan yang akan dikembangkan. Secara bisnis, beras merah belum banyak diproduksi oleh petani. Apalagi, beras merah masih dijual dengan harga premium karena budidayanya dilakukan secara berkelanjutan.
Dari aspek kesehatan, lanjut Afriana, beras merah sedang digandrungi generasi milenial khususnya yang sedang melakukan diet karbo. Tren itu dapat menjadi potensi pasar yang bisa disasar oleh petani.
Setelah menentukan target konsumen, beras merah ini kemudian dipasarkan ke beberapa agen atau toko di beberapa kecamatan atau Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Afriana menargetkan ada dua reseller di sekitar wilayah itu agar memudahkan penjualan beras merah.
Supaya menjangkau konsumen nasional, PPKM juga menjualnya secara online melalui sosial media (Instagram @berasmaknyes) dan e-commerce (berasmaknyes). PPKM pun mengepak produk mereka dalam kemasan unik guna menarik pembeli milenial.
Bersama PPKM, Afriana dan teman-temannya berharap mampu menyejahterakan petani Indonesia. Inovasi yang sudah berjalan diharapkan mampu berkembang lebih banyak agar kualitas pertanian Indonesia semakin meningkat. Generasi muda, sambung Afriana, harus berinovasi supaya pertanian lokal mampu berkontribusi dalam menjaga ketahanan pangan nasional.
Baginya, industri pertanian punya potensi bisnis yang luas untuk dikembangkan generasi milenial Indonesia. “Jadi petani muda itu keren lho, karena kontribusi kita bisa langsung dirasakan oleh para petani secara langsung," pungkas Afriana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News