Reporter: Merlina M. Barbara, RR Putri Werdiningsih | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Pada 29 Oktober 2015 lalu, Edi Sukmoro genap setahun menduduki kursi sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero). Ketika itu, Edi menggantikan bos KAI sebelumnya Ignasius Jonan, yang mundur setelah ditunjuk menjadi Menteri Perhubungan di kabinet kerja.
Sebelum meraih posisi puncak di KAI, Edi telah menjabat sebagai Direktur Aset Non Railways di KAI sejak awal 2013. Pria kelahiran Semarang, 15 Maret 1959 ini mengaku bangga ditunjuk menjadi bos perusahaan pelat merah ini karena dalam beberapa tahun terakhir, reputasi dan citra KAI di mata masyarakat menanjak akibat pelayanan yang semakin baik.
Namun, di sisi lain, dia merasa jabatan yang dipegangnya saat ini tak akan mudah. Pasalnya, dia harus mampu mempertahankan kinerja baik KAI yang diwariskan Jonan.
Maklum, Edi mengaku bakal disorot publik dan media karena akan selalu dibandingkan dengan sang mantan bos jika gagal membawa KAI ke arah yang lebih baik atau minimal mempertahankan semua hal yang sudah baik selama ini.
Meski begitu, Edi optimistis mampu membawa KAI ke arah yang lebih baik dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat, terutama kelas ekonomi bawah yang memanfaatkan kereta api sebagai transportasi utama.
Sejatinya, Edi bukanlah orang kawakan dalam bidang perkeretaapian. Edi kepada KONTAN mengakui bahwa karier profesionalnya selama 30 tahun dihabiskan di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), sejak 1984 hingga 2013.
Dia tak pernah membayangkan dirinya bisa duduk sebagai bos perusahaan BUMN seperti sekarang. Saat kecil, Edi mengaku tertarik menjadi insinyur meskipun orangtuanya menginginkan agar Edi menjadi dokter. "Entah kenapa, saya merasa saat saya kecil ada rasa bangga jika bisa menjadi insinyur," ujarnya.
Namun, uniknya saat lulus SMA, Edi justru mendaftar di tiga tempat. Pertama, fakultas teknik sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN), dan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI). Khusus untuk pilihan terakhir, Edi mengaku mendaftar ke AKABRI karena pengaruh sang ayah yang merupakan seorang tentara.
Namun, Edi dilanda kebingungan karena ternyata dia berhasil lulus tes di tiga tempat yang akan ditujunya. Namun, pilihan akhirnya jatuh kepada ITB dan sejak tahun 1978 hingga 1984, Edi pun kuliah mengambil jurusan teknik sipil.
Setelah lulus dan memegang predikat insinyur sipil, Edi langsung melamar pekerjaan ke banyak perusahaan terkemuka.
Lagi-lagi, Edi harus kembali memilih. Ketika itu, dia diterima di PT Pembangunan Jaya dan PLN. Iming-iming gaji besar dan rencana proyek Dunia Fantasi (Dufan) yang tengah digarap PT Pembangunan Jaya kala itu menarik minat Edi untuk berlabuh ke perusahaan tersebut.
Namun, setelah 1,5 bulan bekerja di sana, hati Edi berkata lain dan dia memutuskan untuk menerima pinangan PLN dan bertahan selama 30 tahun. "Gaji di PLN ketika itu lebih rendah dari Pembangunan Jaya, tapi saya merasa status PLN sebagai perusahaan BUMN lebih baik," ujarnya.
Sejak saat itu, ayah dua anak ini resmi berstatus sebagai pegawai PLN dan memperoleh banyak pelajaran dan pengalaman di sana.
Tiga tahun berkiprah di PLN, Edi mendapatkan kesempatan emas untuk mendongkrak karier profesionalnya. Tahun 1987, Edi dikirim ke Amerika Serikat (AS) untuk pelatihan di Louisiana Power & Light New Orleans.
Selama 1,5 tahun, Edi belajar di negeri Paman Sam tentang Cost Enginnering. Disiplin ilmu ini sangat bermanfaat karena insinyur juga harus memperhatikan aspek keuangan.
Dia mengutarakan bahwa selama ini insinyur dan bagian keuangan tak pernah kompak dalam mengerjakan proyek pembangunan. Insinyur kerap mementingkan aspek kualitas konstruksi tanpa menghiraukan biaya yang harus ditanggung perusahaan. Tapi, di sisi lain, bagian keuangan juga sangat perhatian dengan biaya yang harus dikeluarkan tanpa peduli kualitas konstruksi yang dibangun. "Jadi ilmu yang saya peroleh di AS ini menjembatani antar dua pihak yang sering tak sejalan," tuturnya.
Pada tahun 1994, Edi memperoleh beasiswa untuk kuliah strata II bidang Development Technology di University of Melbourne, Australia.
Pada tahun 1996, Edi berhasil lulus dengan gelar Master of Engineering Science in Project Management dan kembali ke PLN.
Karier Edi di PLN mulai meningkat. Sejumlah posisi berhasil didudukinya, seperti Senior Manager Business Development & Marketing pada tahun 2002-2003. Generation and Transmission Manager dan Deputy Director of Corporate Budgeting di tahun 2003-2009.
Pada Maret 2009, Edi ditunjuk menjadi Wakil Direktur Manajemen Properti di PLN sebelum akhirnya memutuskan hengkang ke KAI pada Januari 2013.
Edi mengaku merasa sedih karena hampir 30 tahun berkiprah di PLN, tapi ternyata perusahaan ini belum berhasil mengaliri listrik ke seluruh Indonesia.
Dia menyebut dari puluhan ribu pulau yang dimiliki Indonesia, sebanyak 60% diantaranya belum teraliri listrik. Hal ini dianggap menyedihkan karena dia menilai omong kosong pembangunan dan ekonomi akan meningkat apabila daerah tersebut tak tersentuh listrik.
Terapkan tiga prinsip
Setelah bergabung dengan KAI, Edi mengaku beruntung karena masuk ke KAI ketika perusahaan ini tengah melakukan sejumlah gebrakan dalam perbaikan pelayanan kepada publik.
Dia merasa, KAI telah berhasil mengubah pandangan masyarakat, terutama kereta kelas ekonomi jarak dekat itu kotor dan tak nyaman. "Saat ini, dapat dilihat bahwa kereta ekonomi semua sudah ber-AC dan tak ada lagi oknum penumpang yang naik ke atap gerbong," ujarnya.
Secara prinsip hadirnya PT KAI adalah untuk merangkul kaum proletar agar mereka dapat menggunakan transportasi publik dengan aman dan nyaman.
Dia bilang, KAI terus mengedukasi masyarakat golongan bawah tentang arti kenyamanan. Salah satunya adalah dengan menghadirkan layanan e-ticketing atau tiket elektronik agar mereka bisa dimudahkan dalam pembelian tiket.
Selain itu, untuk masyarakat yang rutin menggunakan kereta api seperti Kereta Rel Listrik (KRL), KAI mengenalkan sistem kartu multitrip. "Kami ingin mengangkat derajat masyarakat kelas bawah lebih baik," ujarnya.
Ketika ditunjuk sebagai bos KAI setahun lalu, Edi mengaku langsung menerapkan tiga hal utama kepada seluruh karyawan PT KAI.
Pertama, kedisiplinan. Edi mengaku saat ketat terhadap kedisiplinan kepada para karyawan KAI. Pasalnya, kesalahan kecil dalam operasional akibat lalai dan tak disiplin harus dibayar mahal karena menyangkut nyawa orang banyak.
Kedua, integritas atau kesetiaan terhadap pelayanan. Edi mengaku telah berkeliling ke banyak daerah operasional (Daop) KAI dan menemui banyak karyawan di lapangan yang bekerja keras siang dan malam. Bahkan, dia menyebut integritas karyawan KAI luar biasa karena ketika banyak orang libur seperti Lebaran, karyawan KAI justru sibuk bekerja atas nama pelayanan.
Ketiga, konsistensi. Prinsip ini dirasa paling berat. Menurutnya jika semua kebijakan dilakukan perusahaan dan membuahkan hasil yang baik, fase berikutnya adalah mempertahankan dan kalau bisa ditingkatkan.
Untuk meraihnya, seorang pemimpin perlu menerapkan konsistensi dalam bekerja dan ditunjukkan kepada seluruh karyawannya. Kedisiplinan tanpa konsistensi adalah hal yang sia-sia.
Edi bilang bekerja di KAI bukan hanya sekedar memperoleh keuntungan bisnis tapi juga memberikan manfaat lebih bagi banyak orang. Menurutnya keuntungan penting, tapi pelayanan yang baik kepada penumpang jauh lebih penting.
Kini, dengan memegang komando operasional kereta api di seluruh Indonesia, Edi mengaku akan mengarahkan kereta api sebagai transportasi penting di Tanah Air. Dia pun menyambut baik rencana pemerintah untuk menghadirkan kereta api tak hanya di pulau Jawa, tapi juga di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Selain menghadirkan kereta api di seluruh pulau besar di Indonesia, dalam jangka panjang, PT KAI juga akan mengembangkan kereta api akses pelabuhan dan bandara di berbagai kota besar.
Setelah berhasil menghadirkan kereta api menuju akses Bandara Kualanamu di Medan, Sumatra Utara, saat ini, KAI tengah menggarap kereta api akses ke Bandara Minangkabau di Sumatra Barat dan ke depan juga akan dikembangkan kereta api akses ke beberapa pelabuhan, seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak, dan Tanjung Mas.
Edi mengaku, kereta akan sangat bermanfaat jika bisa mengangkut barang. Menurutnya, di masa depan, angkutan barang bisa ditarik dengan kereta api sehingga arus lalu lintas tidak terlalu padat dan waktu pengiriman pun menjadi lebih singkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News