Reporter: Muhammad Yazid, Ranimay Syarah | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Kedatangan Presiden Xi Jinping bersama 21 investor China beberapa hari lalu menimbulkan spekulasi. Ada imbal balik dalam komitmen investasi senilai US$ 28,2 miliar dari pengusaha asal Tiongkok itu. Salah satunya, upaya renegosiasi harga gas LNG Tangguh ke Provinsi Fujian, China, mengendur.
Indikasi renegosiasi gas Fujian mengendur itu tercermin dari pernyataan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Dia mengungkapkan bahwa hingga kini, renegosiasi harga gas yang dipasok ke China National Oil Offshore Company (CNOOC) belum mencapai titik temu. "Awal tahun 2014, kami akan memulai renegosiasi kembali. Itu sudah ada pembicaraan di tingkat menteri," kata dia, akhir pekan lalu.
Padahal, menurut Keppres No 14/2013 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Tim Renegosiasi LNG Tangguh bekerja mulai 13 Mei 2013 sampai 31 Desember 2013. Dengan begitu, hampir pasti tim itu bakal menyelesaikan tugas dengan tangan hampa.
Indikasi lain, menurut Hatta, Pemerintah Indonesia tidak akan meminta penetapan harga gas baru yang berlaku surut per Mei 2013. Artinya, harga baru gas Fujian baru berlaku setelah adanya penandatanganan kontrak baru. Padahal, sebelumnya, Indonesia ingin sekali harga baru gas Fujian berlaku surut, yakni sejak Mei 2013.
Alasannya, dalam isi kontrak yang diteken pada masa Presiden Megawati Soekarnoputri, selang empat tahun sejak ekspor perdana LNG Tangguh ke Fujian pada Mei 2009, berarti pada Mei 2012, pemerintah berhak mengajukan renegosiasi harga jual gas. Namun, pemerintah memperpanjang setahun dan meminta harga baru ditetapkan sejak Mei 2013.
Kalah diplomasi
Hingga kini, harga LNG Tangguh ke Fujian masih sebesar US$ 3,35 per mmbtu, dari sebelumnya hanya seharga US$ 2,4 per mmbtu. Sebagai perbandingan, harga ekspor gas saat ini berkisar antara US$ 10 per mmbtu-US$ 16 per mmbtu.
Widhyawan Prawiraatmadja, Deputi Pengendalian Komersialisasi sekaligus anggota tim teknis LNG Tangguh menegaskan, renegosiasi harga gas Fujian tetap berjalan hingga masa berlaku tim, yakni pada 31 Desember 2013. "Tak ada hubungan lambatnya renegosiasi dengan komitmen investasi China ke Indonesia. Kami tetap berupaya supaya harga gas Fujian sesuai harga pasar," kata dia.
Marwan Batubara, Direktur Eksekutif Iress mengatakan, setiap pertemuan dua kepala negara selalu membahas isu-isu penting, termasuk renegosiasi harga gas Tangguh. Tapi, Indonesia selalu tak berkutik. "Indonesia akan semakin dirugikan apabila renegosiasi terus mundur," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News