kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Investasi Smelter Kian Marak, Kebutuhan Bijih Nikel Berpotensi Meningkat


Rabu, 20 April 2022 / 19:37 WIB
Investasi Smelter Kian Marak, Kebutuhan Bijih Nikel Berpotensi Meningkat
ILUSTRASI. Smelter nikel


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi industri pengolahan dan pemurnian nikel diprediksi semakin meningkat di tahun ini dan tahun-tahun mendatang. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengungkapkan tren investasi kian menarik.

Di sisi lain, konflik Rusia-Ukraina pun turut mendorong kenaikan permintaan dan harga bijih nikel.

"Akhirnya yang mendapat jackpot itu Indonesia dan Filipina. Kebetulan untuk produksi pabrik olahan di Indonesia lagi banyak permintaan juga, " ungkap Meidy kepada Kontan, Rabu (20/4).

Dia melanjutkan, kebutuhan bijih nikel berpotensi mengalami peningkatan seiring maraknya investasi smelter ke depannya.

Baca Juga: Ketua MPR: Perusahaan Qatar Berencana Investasi di Industri Smelter Nikel Indonesia

Dari total kebutuhan bijih nikel tahun lalu yang mencapai 70-an juta ton, permintaan tahun ini berpotensi menembus 100 juta ton.

Kontan mencatat, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan sebanyak 2 smelter terintegrasi anyar bisa beroperasi tahun ini.

Kedua smelter terintegrasi yang dimaksud adalah Pabrik Feronikel Halmahera Timur (P3FH) PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang berlokasi di Maluku Utara, dan smelter milik PT Sebuku Iron Lateritic Ores (SILO) di Kalimantan Selatan.

Di luar target di atas, sebanyak 5 smelter yang berdiri sendiri alias stand alone juga dijadwalkan dapat beroperasi pada tahun ini, sehingga akan ada 7 smelter anyar yang beroperasi pada tahun ini jika berjalan sesuai rencana.

Kelima smelter stand alone tersebut adalah smelter dengan produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) PT Smelter Nikel Indonesia di Banten, smelter timbal bullion PT Kapuas Prima Citra di Kalimantan Tengah, smelter Zinc Ingot PT Kobar Lamandau Mineral di Kalimantan Tengah, smelter grade alumina PT Well Harvest Winning AR (Fase II) di Kalimantan Barat, dan smelter Pig Iron PT Alchemist Metal Industry di Maluku Utara.

Baca Juga: Produksi Nikel Turun 9% di Kuartal Pertama, Vale (INCO) Yakin Target Tetap Tercapai

Ketujuh smelter tersebut akan menggenapi 21 smelter  di dalam negeri yang sudah selesai dibangun di dalam negeri sebelumnya. Secara terperinci, 21 smelter tersebut terdiri atas 15 fasilitas pemurnian mineral Nikel, 2 fasilitas pemurnian mineral Bauksit, 1 fasilitas pemurnian mineral Besi, 2 fasilitas pemurnian mineral Tembaga, dan 1 fasilitas pemurnian mineral Mangan.

Berharap perhatian pemerintah

Di tengah tren investasi dan permintaan bijih nikel yang kian tinggi, pelaku usaha menilai masih ada sejumlah hal yang patut jadi perhatian pemerintah.

Meidy mengungkapkan, merujuk pada beleid yang berlaku, harga jual-beli bijih nikel sudah dipatok mengikuti Harga Patokan Mineral (HPM) sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun Tahun 2020.

Kendati demikian, saat ini banyak industri pengolahan lebih memilih untuk membeli dengan HPM bulan Maret yang lebih rendah ketimbang HPM bulan April.

"Pemerintah harus mengambil langkah bagaimana memanfaatkan momentum dengan harga nikel yang luar biasa sehingga ada penerimaan untuk negara dan pemerintah harus membuat aturan yang disesuaikan dengan kondisi keadaan proses di lapangan, " pungkas Meidy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×