kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jangan cuma mengatur, lihat potensi bisnis ritel


Kamis, 13 Februari 2014 / 10:40 WIB
Jangan cuma mengatur, lihat potensi bisnis ritel
ILUSTRASI. Begini Cara Membersihkan Kompor Induksi dengan Tungku Besi!


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Para pengusaha ritel modern dan ritel online (e-commerce) meminta pemerintah untuk bisa melihat potensi bisnis di setiap sektor industri dan lokasi wilayah. Hal ini bisa membantu pemerintah agar tidak salah mengeluarkan aturan turunan Undang-Undang Perdagangan yang baru saja disahkan DPR.

Wiwiek Yusuf, Direktur Pemasaran PT Indromarco Prismatama menyatakan, potensi bisnis dan permasalahan di setiap sektor industri dan wilayah berbeda-beda. "Usulnya, pemerintah jangan memukul rata aturan untuk semua wilayah," kata dia kepada KONTAN, Rabu (12/2).

Wiwiek mencontohkan, jika pemerintah ingin mengatur tentang jam operasional, harus dianalisis nilai bisnisnya di suatu kota. Pemerintah tak boleh memukul rata melarang semua ritel modern membuka tokonya selama 24 jam. Alasannya, ada kota-kota besar dan metropolitan yang memiliki permintaan tinggi sehingga operasional gerai harus dibuat 24 jam.

Perusahaan yang mengoperasikan gerai Indomaret itu juga memiliki pertimbangan dalam membuka atau menutup gerai yang beroperasi nonstop. Dia menyebut, Indomaret semula memiliki sekitar 300 toko ritel yang buka 24 jam.

Namun, karena alasan bisnis yang tak berkembang banyak yang tutup. "Sudah banyak gerai 24 jam yang tutup. Ada evaluasi bisnis karena beban operasinya justru besar atau alasan keamanan. Kami dukung pemerintah untuk daerah-daerah yang tak aman sebaiknya tak usah beroperasi 24 jam," katanya tanpa mau menyebut berapa gerai yang sudah tak beroperasi 24 jam.

Jangan tekan industri

Sementara itu, untuk industri e-commerce, Undang-Undang Perdagangan masih belum terlihat dampaknya. Pasalnya, aturan turunan untuk belanja online sendiri masih dalam pembahasan. Namun, para pemainnya meminta agar pemerintah bisa mengeluarkan regulasi yang mendukung industri ini untuk berkembang.

Andi S. Boediman, pendiri Ideoworks yang mengelola situs e-commerce Shopify menyatakan, saat ini, pasar Indonesia sudah siap dengan sistem belanja online. Untuk itu, aturan yang dibuat harus bisa mendukung perkembangan bisnis ini.

Misalnya, soal skema pengenaan pajak untuk e-commerce. "Jangan ujug-ujug minta pajak sama industri, tapi kami sendiri nggak dapat insentif apa-apa," katanya.

Lebih lanjut, terkait soal perlindungan bagi para pemain lokal dari gempuran pemain asing karena pasar bebas, menurut Andi, trigger e-commerce Indonesia justru berasal dari para pedagang lokal. Namun sayangnya, pedagang lokal ini kebanyakan berskala ritel atau eceran.

Andi bilang, di Indonesia penjualan barang lokal masih lebih besar dibandingkan dengan barang impor. "Pemerintah harus bisa mengeluarkan aturan yang menjadi katalis para pedagang berskala eceran untuk meningkat menjadi pedagang besar," katanya.

Sementara Hendrik Tio, CEO Bhinneka.com, mewanti-wanti pemerintah, agar aturan yang kelak dikeluarkan tidak malah memberi tekanan terhadap industri.

Pengamat industri telekomunikasi dan e-commerce Teguh Prasetya mengungkapkan, peraturan turunan UU Perdagangan yang akan dirilis, bisa berdampak positif jika antar institusi pemerintah bisa saling berkoordinasi.

"Harus ada integrasi antar-badan pemerintah, dari perdagangan, kominfo, juga regulator-regulator terkait supaya petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknisnya (juknis) jelas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×