Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Kebutuhan bioetanol sebagai energi alternatif belakangan mulai dilirik. Maklum, energi ini digunakan sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi. Itu sebabnya, singkong menjad bahan perburuan yang paling empuk oleh pelaku di industri ini selain jagung, kedelai dan tetes tebu.
Wakil Ketua Komite Ketahanan Pangan Kamar Dagang dan Industri (Komtap Kadin) Suharyo Husein mengungkapkan, perusahaan energi asal Jepang JICC (JAIF International Cooperation Center) meminati pengembangan bioetanol dari singkong. Kemungkinan besar, JICC tidak akan membuka lahan melainkan bermitra dengan industri-industri pengolahan bioethanol lokal.
“Awal Juni ini (2010) akan nego semoga ada kesepakatan,” ujarnya kepada KONTAN di Jakarta akhir pekan lalu. Sayangnya, Suharyo enggan membeberkan potensi investasi dari kerjasama ini.
Di Indonesia, setidaknya ada 45 industri yang siap untuk mengolah singkong menjadi energi alternatif itu. Perusahaan-perusahaan itu tersebar di 9 provinsi antara lain di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
Berdasarkan laporan United Nation Industrial Development Organizatin (UNIDO), Indonesia merupakan salah satu negara penghasil singkong terbesar kedua di Asia setelah Thailand, sementara di dunia menempati urutan kelima setelah Nigeria, Brazil, Thailand, dan Kongo.
Di Indonesia, luasan lahan singkong mencapai 1,17 juta hektar dengan volume produksi sebesar 22 juta ton. Sebagian besar hasil produksi singkong itu digunakan untuk bahan pangan.
Singkong dinilai penghasil bioetanol yang efisien, dari 6,5 kg-8 kg singkong bisa menghasilkan 1 liter bioetanol.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News