Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasca larangan ekspor nikel dipercepat, kini giliran ekspor bauksit yang rencananya akan disetop.
Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo ketika membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di Istana Negara, Jakarta, Senin (16/12).
Baca Juga: Net buy asing Rp 2,625 triliun, IHSG ditutup naik 0,69% hari ini
"Tapi Bapak/Ibu harus tahu, industri luar Indonesia ada yang jadi mati karena kita stop itu. Ini satu-satu, nikel dulu, nanti bauksit kita stop kalau siap, enggak sekarang. Diatur ritmenya jangan sampai digugat nikel, bauksit, batu bara, semuanya. Satu-satu," ujar dia.
Sementara itu, ketika dikonfirmasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan sejauh ini belum ada rencana percepatan larangan ekspor.
"Untuk bauksit belum ada rencana (larangan ekspor), masih sesuai regulasi yang lama," ungkap Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak kepada Kontan.co.id, Rabu (18/12).
Baca Juga: Ada net buy asing Rp 1,55 triliun, ternyata saham ini yang dibeli
Adapun, regulasi yang dimaksud yakni Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Minerba.
Dengan demikian, ekspor bauksit yang telah melalui proses pencucian (washed bauxite) dengan kadar lebih dari atau sama dengan 42%, masih berlaku hingga 1 Januari 2022.
Mengutip catatan Kontan.co.id, Hingga tahun 2022, pemerintah menargetkan pembangunan enam smelter bauksit. Hingga Juli 2019, pembangunan baru mencapai 25%, dengan total kapasitas 21,8 juta ton per tahun.
Baca Juga: Perang dagang Indonesia-Uni Eropa: Sawit ditolak, nikel bertindak
Sementara itu, Direktur PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) Yusak Lumba Pardede mengungkapkan, pihaknya masih enggan berspekulasi seputar ekspor bauksit.
"Intinya kita dukung upaya hilirisasi dan upaya pemerintah," kata Yusak ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (18/12).
Kendati demikian, Yusak mengharapkan pemerintah menerapkan regulasi yang konsisten. Hal ini dinilai perlu dilakukan demi memberikan kejelasan bagi para investor khususnya yang berniat ataupun yang telah melaksanakan upaya hilirisasi mineral.
Baca Juga: Tertekan dalam dua tahun terakhir, IHSG berpotensi moncer pada 2020
Adapun, selama ini ekspor bauksit CITA sekitar 70% hingga 80% dari total produksi perusahaan. Sayangnya, Yusak masih enggan merinci soal strategi ke depan semisal terjadi percepatan larangan ekspor. "Kita tunggu saja regulasi yang ada, biar tidak berspekulasi," kata Yusak.
Mengutip catatan Kontan.co.id, untuk pasar dalam negeri, CITA memasok MGB ke fasilitas pemurnian dan pengolahan milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW). Adapun, WHW merupakan entitas anak yang 30% sahamnya dimiliki oleh CITA.
Yusak mengklaim, WHW menjadi yang pertama dan masih satu-satunya smelter bauksit di Indonesia yang bisa mengolah MGB menjadi Smelter Grade Alumina (SGA). Adapun, smelter yang berlokasi di Kalimantan Barat itu mampu menghasilkan hingga 1 juta ton SGA per tahun.
Baca Juga: Apple hingga Microsoft, lima raksasa teknologi diduga terlibat kematian pekerja anak
Dengan serapan pasar domestik MGB yang masih sangat terbatas itu, Yusak berharap hilirisasi mineral pada komoditas bauksit bisa berjalan, yang tergambar dari banyaknya smelter yang bisa mengolah MGB. Apalagi, sambung Yusak, ekspor mineral mentah akan ditutup mulai tahun 2022.
"Jadi kalau mau pertambangan (bauksit) tetap tumbuh, smelter harus dikejar. Karena sekarang meski produksi banyak, namun hanya terserap sekitar 1 juta saja," ujar Yusak.
Disisi lain, Corporate Secretary MIND ID Rendi A. Witular menyampaikan, sejauh ini telah dimulai tahapan awal untuk proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) bersama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM). "Sudah mulai pengerjaan awal untuk pembangunan," ungkap Rendi kepada Kontan.co.id, Rabu (18/12).
Proyek yang berlokasi di Menpawah, Kalimantan Barat ini diperkirakan akan mulai beroperasi pada 2022 mendatang. Investasi proyek ini mencapai US$ 850 juta dan berkapasitas 1 juta ton alumina per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News