Reporter: Dikky Setiawan |
JAKARTA. Karyawan Perusahaan Daerah Air Minum Provinsi DKI Jakarta (PAM Jaya) yang ditempatkan di PT Palyja dan PT Aetra mendukung langkah Pemprov DKI Jakarta untuk mengambil alih kembali pengelolaan air minum di ibukota. Langkah ini dianggap sebagai solusi terbaik dan strategis untuk menjamin ketersediaan air minum bagi warga Jakarta dengan harga terjangkau.
Ketua Dewan Pengurus Cabang Serikat Pekerja Air Minum Indonesia PAM Jaya Sri Rima mengatakan selama lebih dari 16 tahun menjalin kerja sama dengan swasta tidak banyak manfaat yang diperoleh masyarakat DKI Jakarta.
"Kami sangat sedih dengan kondisi PAM Jaya sekarang. Dulu sebelum kerja sama dengan swasta, PAM Jaya masih bisa mencatat untung, tetapi sekarang justru makin buntung. Langkah pak Jokowi, Gubernur DKI Jakarta, untuk mengambil alih kembali Palyja pantas didukung dan diwujudkan segara," ujar Sri Rima, dalam rilisnya yang diterima KONTAN, Selasa (10/6).
Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) Serikat Pekerja PDAM Jakarta Sopiyanto mengatakan perjanjian kerjasama pengelolaan air minum di Jakarta selama 16 tahun ini terbukti tidak memberikan manfaat maksimal kepada masyarakat dan negara. Bahkan, karyawan PAM Jaya yang diperbantukan ke Palyja dan Aetra nasibnya justru semakin memburuk
"Logikanya dengan masuknya swasta, apalagi investor asing kualitas SDM akan meningkat. Tetapi kami yang bekerja untuk Palyja dan Aetra tidak mendapatkan hal itu. Permintaan kami untuk dilakukan penyesuaian gaji pokok yang terdiri dari gaji dasar dan tunjangan-tunjangan pegawai PDAM Jakarta sudah tertunda lebih dari 10 tahun dan tidak direspon perusahaan," tegas Sopiyanto disela-sela aksi demo yang diikuti lebih dari 1.500 massa di depan kantor Palyja di kawasan Plaza Senayan, Jakarta, Senin (10/6).
Sebagai perusahaan yang mengantongi keuntungan cukup besar, seharusnya Palyja dan Aetra juga bertanggung jawab terhadap kesejahteraan karyawan dari PAM Jaya. Pasalnya, karyawan PAM yang diperbantukan inilah yang menjadi ujung tombak operasional dari kedua perusahaan swasta tersebut.
Sopiyanto menuturkan jumlah karyawan PAM Jaya yang diperbantukan di Palyja dan Aetra mencapai lebih dari 1.500 orang. Jumlah itu lebih dari separuh dari karyawan kedua mitra swasta PAM Jaya tersebut. Namun, dengan kontribusi yang demikian besar, karyawan PAM Jaya tidak mendapatkan kompensasi yang adil.
"Selain gagal menyediakan air minum bagi mayoritas warga Jakarta, Palyja dan Aetra juga tidak mampu menyejahterakan karyawan. Lebih baik pengelolaan air minum Jakarta dikembalikan ke PAM Jaya," tambahnya.
Kerjasama antara Pemprov DKI dengan Palyja dan Aetra tidak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 ayat 2 dan 3. Seharusnya air yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, dalam hal ini pemerintah.
Bahkan, dengan perjanjian yang ada saat ini Pemprov DKI melalui PAM Jaya berpotensi menanggung beban shortfall hingga senilai Rp18,2 triliun ketika kontrak ini selesai tahun 2022 mendatang. Dan bila hal itu terjadi, PAM Jaya mustahil untuk membayarnya. Sebagai gantinya, untuk melunasi utang itu, PAM Jaya dan Pemprov DKI akan menyerahkan aset pengelolaan air minum di Jakarta menjadi milik swasta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News