kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan HGBT Dinilai Gagal, Begini Saran Ekonom


Selasa, 19 Maret 2024 / 10:51 WIB
Kebijakan HGBT Dinilai Gagal, Begini Saran Ekonom
ILUSTRASI. program subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada sejumlah industri dinilai tidak efektif


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Universitas Brawijaya Candra Fajri Ananda menilai program subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT) kepada sejumlah industri tidak efektif. Program yang telah dijalankan sejak bulan April tahun 2020 ini dinilai gagal menjadikan produk-produk dari para penerima gas murah tersebut lebih efisien dan harganya kompetitif di pasar. 

"Kebijakan HGBT ini seharusnya mampu menurunkan harga pokok produksi (HPP), tetapi dalam praktiknya tidak terjadi penurunan signifikan," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (18/3).

Menurutnya, meskipun harga eceran produk tidak berubah, namun HPP tidak turun. Itu sebabnya, ia menilai bahwa tantangan yang dihadapi oleh sektor industri bukan pada persoalan gas, melainkan akibat kegiatan operasional perusahaan yang efisien.  

"Kami mendeteksi bahwa sektor korporasi mungkin tidak beroperasi secara efisien yang mengakibatkan potensi kerugian yang signifikan. Korporasi juga perlu memastikan penggunaan gas meningkat, ketersediaan dan distribusi gas lancar, serta efisiensi dalam penyaluran," paparnya..

Baca Juga: Kebijakan HGBT Dinilai Belum Optimal, Pengamat Minta Pemerintah Evaluasi

Mengingat program ini sudah menghilangkan puluhan triliun rupiah pendapatan negara di sektor hulu migas, Candra menyarankan agar dilakukan pembatasan terhadap industri penerima manfaat. Ia bilang program ini memiliki trade off yang menguntungkan beberapa pihak namun merugikan yang lain sehingga diperlukan peninjauan kembali.

Dari 7 sektor industri yang mendapatkan subsidi HGBT, ia melanjutkan, industri pupuk paling memiliki multiplier effect. Oleh karenanya jika kebijakan ini dihentikan harga pupuk dipastikan akan  melambung.

"Sebaiknya program seperti ini harus lebih difokuskan ke industri yang berdampak pada hajat hidup orang banyak seperti pupuk," sebut Candra.

Berdasarkan data pemerintah pada tahun 2022, komponen biaya gas dalam biaya produksi bervariasi. Paling tinggi adalah industri pupuk dengan komponen biaya gas mencapai 58,48%, kemudian kaca 24,84%, keramik 17,87%, oleochemical 8,96% dan petrokimia sekitar 7,72%. Adapun kontribusi biaya gas di industri baja sekitar 7,26% dan yang paling rendah industri sarung tangan sebesar 5,90%.

Baca Juga: Hilirisasi Batubara Masih Menghadapi Sejumlah Kendala

Sebelumnya Founder & Advisor Reforminer Institute, Lembaga Riset Pertambangan dan Ekonomi Energi Pri Agung Rahmanto mengatakan evaluasi terhadap kebijakan HGBT tidak akan berdampak terhadap daya saing industri dalam negeri. Selain komponen gas bumi kontribusinya rendah, daya saing sebuah industri dipengaruhi oleh banyak aspek.

Hal tersebut sejalan dengan Purchasing Managers’ Index™ (PMI) Manufaktur Indonesia yang diterbitkan oleh S&P Global. Dalam risetnya, dinyatakan bahwa percepatan pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia didukung oleh permintaan baru karena kondisi permintaan secara keseluruhan membaik dan basis pelanggan naik.

Permintaan asing juga membaik, namun kecepatan pertumbuhan permintaan ekspor masih marginal.

Hal ini mendorong kenaikan aktivitas pembelian dan persediaan inventaris input, meski upaya perekrutan terbatas. Keseluruhan kepercayaan diri bisnis bertahan positif, sementara tekanan inflasi berkurang pada bulan Januari. PMI Manufaktur Indonesia naik ke posisi 52,9 pada bulan Januari dari 52,2 pada bulan Desember 2023.

Defisit Gas

Kebijakan HGBT yang telah menguras keuangan negara ini terjadi di tengah pasokan gas bumi yang terus menurun di wilayah Sumatera Selatan, Tengah dan Jawa bagian barat. Ketiga wilayah itu merupakan konsumen gas terbesar yang telah didukung dengan jaringan gas pipa yang cukup matang.

Menteri ESDM Arifin Tasrif bilang saat ini kawasan barat mengalami defisit gas. Hal ini terjadi akibat penurunan pasokan gas dari sejumlah sumur migas, terutama dari blok Corridor, Sumatra Selatan yang dikelola oleh Medco Energi Internasional.

Berdasarkan data kementerian, pada awal tahun 2024, blok Corridor hanya mampu menyalurkan gas sekitar 440 mmscfd kepada PGN yang bertindak selaku penyalur kepada konsumen. Realisasi penyaluran gas dari blok itu turun drastis mengingat di tahun 2022 dan 2023 masih mampu menyalurkan gas hingga 850 mmscfd.

Untuk mengatasi defisit gas itu, Menteri ESDM mengalokasikan tambahan 11 kargo LNG dari lapangan Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat ke PGN. "Defisit gas itu juga urusan pemerintah karena permintaan listriknya nambah," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×