Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) meminta pemerintah segera membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Ini lantaran jaminan pasokan listrik untuk kebutuhan industri maupun masyarakat di Indonesia masih sulit terpenuhi di masa mendatang.
Hal ini ini merupakan hasil diskusi focus group discussion (FGD) bertema Energi Nuklir yang diselenggarakan oleh Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristek Dikti) yang digelar pada Senin (16/4/2018) hingga Rabu (18/4/2018) di Denpasar, Bali ini dihadiri beberapa stake holder antara lain, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), PT PLN, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), serta kalangan akademisi.
Zulnahar Usman, Anggota KEIN sekaligus Ketua Kelompok Kerja Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) KEIN mengatakan, selama 70 tahun belakangan implementasi pemanfataan energi nuklir lewat pembangunan PLTN di Tanah Air masih dalam tataran wacana. Padahal, "Sejak era Bung Karno, belum ada lagi pembicaraan yang mengarahkan Indonesia untuk go nuclear, tapi Bapak Presiden Jokowi memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk memanfaatkan energi nuklir. Tidak ada kata dari Presiden Jokowi untuk menolak PLTN, justru presiden telah memerintahkan kepada ESDM untuk membuat road map," kata Zulnahar dalam siaran pers Selasa (17/4).
Untuk dapat menjadi negara maju, Indonesia harus mendorong tumbuhnya industri di dalam negeri. Karena itu, ketersediaan pasokan listrik dengan harga yang murah sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah.
Saat ini, industri nasional sulit bersaing di level internasional karena tingginya biaya produksi, salah satunya lantaran mahalnya listrik. Minimnya listrik untuk industri juga terkadang dapat menghambat masuknya investor baru.
Menurut Zulnahar, ketergantungan akan pemanfaatan energi fosil baik berupa batubara, gas, dan minyak sudah seharusnya dikurangi, mengingat jumlah cadangan yang terbatas dan harganya yang semakin mahal. Pembangkit listrik energi fosil ini pun harus segera digantikan dengan pembangkit listrik berbahan bakar energi baru terbarukan (EBT).
"Saya mengutip sedikit statement pak Presiden Jokowi yang menyatakan Indonesia punya banyak sumber energi baru terbarukan yang cukup banyak, air, surya, angin, dan geothermal. Beliau juga bilang, jika energi nuklir sudah diperlukan, maka harus segera disiapkan dan jangan diambangkan, harus dihitung secara detail dan jelas," ujar Zulnahar.
Menurut Zulnahar, keberadaan pembangkit listrik EBT mulai dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga panasbumi (PLTP), hingga pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) masih dirasa kurang untuk dapat memenuhi kebutuhan listrik. Bahkan, harga jual listrik dari para pembangkit tersebut dinilai mahal dan sulit terjangkau kalangan industri, yakni di atas US$ 11 sen per kilowatt hour (kwh).
Keberadaan nuklir mutlak diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan energi nasional. Zulnahar menegaskan, penerapan teknologi PLTN sudah memenuhi prinsip dasar energi, yakni murah, realibilitas atau handal, serta ekonomis alias tidak memerlukan subsidi APBN.
Zulnahar berharap, pelaksanaan FGD ini akan menghasilkan masukan dan arahan yang konkret terkait pentingnya pemanfaatan energi nuklir. "Sudah menjadi tugas KEIN untuk memberikan masukan atau memo policy kepada Presiden Jokowi. Hasil FGD nantinya akan kami plenokan di rapat Internal KEIN, kemudian akan kami lanjutkan kepada Presiden," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News