Reporter: Gentur Putro Jati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II (Persero) mencari pendanaan Rp 5 triliun-Rp 6 triliun untuk mengembangkan Pelabuhan Tanjung Priok sehingga bisa menjadi pelabuhan penghubung (hub port) bertaraf internasional.
Presiden Direktur Pelindo II R.J. Lino menjelaskan, selama ini, jalur pengiriman kontainer dari Indonesia ke luar negeri tidak langsung dilayani oleh pelabuhan Tanjung Priok karena keterbatasan kapasitas pelabuhan.
Akibatnya, barang tersebut harus transit di pelabuhan penghubung Internasional Singapura, atau di pelabuhan Klang dan Pelabuhan Tanjung Pelepas Malaysia untuk dikirim keluar negeri oleh kapal pengangkut yang besar.
"Tanjung Priok hanya mampu mengirimkan 4 juta Twenty Feet Equivalent Units (TEUs) kontainer per tahun, atau sekitar 40% asal Pelabuhan Belawan Medan, Tanjung Perak Surabaya, Tanjung Mas Semarang, dan Makassar ke China, Jepang dan Korea. Di luar tiga negara tujuan itu, kiriman harus dihubungkan melalui pelabuhan milik Singapura atau Malaysia," kata Lino, Senin (2/11).
Artinya, untuk dapat memanfaatkan potensi pengiriman yang terbuang tersebut, kapasitas pelabuhan Tanjung Priok harus ditingkatkan.
"Kami berusaha supaya Tanjung Priok bisa mengirimkan kontainer sampai 8 juta TEUs per tahun termasuk 3 juta TEUs transhipment pada 2014. Saya perkirakan kebutuhan dananya sekitar Rp 5 triliun sampai Rp 6 triliun. Saat ini Pelindo tengah menghitung, berapa porsi dari pinjamannya," katanya.
Sejumlah pekerjaan yang harus dilakukan Pelindo untuk dapat mencapai target tersebut adalah memperbesar daya tampung pelabuhan, menambah kemampuan standar kapal besar, serta meningkatkan arus keluar masuk barang dengan infrastruktur memadai. Karenanya, Pelindo akan melakukan reklamasi lahan sampai 300 hektare, termasuk menambah lahan parkir untuk truk pengangkut sampai 6 hektare.
Sunaryo, Direktur Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan (Dephub) menyebutkan, pemerintah siap memberikan perizinan seandainya Pelindo serius menggarap proyek tersebut.
Pemerintah juga akan merumuskan kembali biaya kegiatan pencatatan dan penghitungan arus keluar masuk barang dan peti kemas atau tally di Pelabuhan Tanjung Priok sehingga tidak menambah beban biaya bagi pengusaha.
Saat ini biaya tally ditetapkan Rp 2.830 per ton untuk kontainer umum, Rp 9.150 per boks untuk kontainer isi, Rp 6.802 per boks untuk kontainer kosong. Sementara, kontainer kosong internasional dikenakan biaya Rp 4.575 per boks.
"Jika hanya mengandalkan pemerintah saja, anggarannya terlalu besar. Makanya jika swasta mau mengembangkan pelabuhan itu, kita bisa duduk bersama," tegas Sunaryo.
Rencana Pelindo meningkatkan status Tanjung Priok menjadi pelabuhan penghubung bertaraf internasional jelas mendapat dukungan perusahaan forwarder, salah satunya adalah Maersk Line Indonesia.
Presiden Direktur Maersk Line Indonesia Jakob Friis Sorensen mengatakan, untuk menjadikan Tanjung Priok sebagai pelabuhan penghubung, Pelindo harus memperhatikan kedalaman laut.
"Dermaga kontainer harus bisa menampung kapal long vessels sepanjang 300 meter. Karena itu dibutuhkan kedalaman lebih dari 14 meter Lows Water Surface (mLWS). Crane disana juga harus memiliki kemampuan angkut 100 kontainer per jam per vessel. Selain itu, listrik dan akses jalan raya yang baik harus diperhatikan," kata Jakob.
Saat ini kedalaman kolam pelabuhan Tanjung Priok hanya 11 sampai 12 meter mLWS dan baru dapat disandari oleh kapal-kapal pengangkut berkapasitas di bawah 60.000 dead weight ton (dwt). Ujungnya, barang-barang harus dibawa ke Singapura atau Malaysia sebelum berangkat ke Eropa karena kapal besar tidak mau bersandar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News