kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan Bunga dan Pelemahan Kurs Jadi Tantangan Pendanaan Transisi Energi


Rabu, 23 November 2022 / 19:52 WIB
Kenaikan Bunga dan Pelemahan Kurs Jadi Tantangan Pendanaan Transisi Energi


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah menggenjot transisi energi mendapat tantangan, yakni tren kenaikan suku bunga global dan pelemahan kurs rupiah. Maklum, sebagian besar pendanaan untuk transisi energi berasal dari pinjaman asing.

“Amerika Serikat (AS) menaikkan suku bunga kembali dan Bank Indonesia (BI) juga sudah meningkatkan suku bunga lagi sehingga tentu bunga dalam bentuk dolar menjadi tantangan,” kataMenteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto di acara PLN Local Content Movement for The Nation (Locomotion) 2022, Rabu (23/11).

Baru-baru ini, hasil dari G20, Indonesia meraih komitmen pendanaan dalam bentuk dolar AS yakni Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar untuk mendukung transisi energi.

“Ini menjadi bagian daripada total paket US$ 600 miliar dalam 3 tahun hingga 5 tahun ke depan dalam Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII),” jelasnya.

Baca Juga: Kepala SKK Migas Beberkan Tantangan Industri Migas Saat Ini

Sebagai informasi saja, PGII ini merupakan pendanaan dalam bentuk hibah dan pinjaman yang merupakan upaya kolaboratif dari  anggota G7 yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, dan Perancis. Dana ini akan dialokasikan untuk proyek infrastruktur berkelanjutan untuk negara-negara berkembang.

Plt Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengatakan, volatilitas kurs mata uang asing tidak bisa dihindarkan. “Kurs ini tidak hanya berdampak pada urusan listrik saja. Tetapi kurs ini untuk semua, sepanjang kita urusan dengan luar negeri,” jelasnya.

Yang terang, Pemerintah Indonesia mengupayakan untuk meraih  investasi berbasis dana yang lebih murah sehingga bisa mendapatkan harga listrik yang lebih terjangkau.

Sampai dengan saat ini belum ada perincian berapa besar bunga yang akan ditanggung Indonesia dalam pendanaan JETP. Dadan bilang, saat ini pendanaan JETP masih didiskusikan dan diharapkan pada tiga bulan ke depan akan membuahkan konsep rencana investasi.

Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Evy Haryadi menambahkan, sejauh ini porsi antara pendanaan dan bunga dalam pendanaan JETP belum ada gambaran detailnya.  

“Di JETP ini kami akan bersama-sama membuat comprehensive investment plan (CIP) terlebih dahulu yang akan didetailkan dalam waktu 3 bulan hingga 6 bulan yang akan segera dirapatkan dengan PGII dan JEPT,” ujarnya.

Nantinya CIP ini akan memerinci komitmen proyek-proyek mana saja yang akan dipensiunkan dan kebutuhan pendanaannya seperti apa.

Evy menambahkan, JETP membuahkan beberapa komtimen yakni pemensiunan dini pembangkit batubara dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

Nah, dua hal tersebut akan berdampak pada kebutuhan transmisi. “Pembangunan pembangkit EBT khususnya di daerah yang lokasinya jauh dari pusat beban harus membangun transmisi,” kata Evy. 

Baca Juga: Menteri ESDM Ungkap Tantangan Industri Migas di Era Transisi Energi Bersih

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×