kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

KKKS Diwajibkan Memanfaatkan Gas Flare


Jumat, 04 Januari 2013 / 08:00 WIB
KKKS Diwajibkan Memanfaatkan Gas Flare
ILUSTRASI. Warga memakai masker pelindung berjalan di sepanjang The Bund di depan distrik keuangan Lujiazui Pudong, menyusul kasus baru penyakit virus korona (COVID-19) di Shanghai, China, Rabu (25/8/2021). REUTERS/Aly Song


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. Kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) minyak dan gas (migas) maupun perusahan pemegang izin usaha pengolahan migas sekarang ini tidak bisa lagi sembarangan membakar gas suar (flare) selama kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi. Pemerintah telah menerbitkan belied khusus yang mengatur pemanfaatan gas yang tidak dapat tertampung oleh fasilitas produksi tersebut.

Hadi Prasetyo, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas SK Migas, mengatakan, umumnya sumur-sumur migas, baik eksplorasi maupun produksi, menghasilkan gas pengikut yang tidak tergabung dalam hasil produksi. "Nah, perusahaan membakar gas tersebut agar tidak membahayakan proses produksi yang sedang berjalan," ujar dia ke KONTAN, Kamis (3/1).

Namun, dengan terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Pembakaran Gas Suar Bakar (Flaring) pada Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi, para pengusaha tidak boleh lagi membakar gas ikutan tersebut. Kegiatan pembakaran baru diperbolehkan bila ada izin tertulis dari Kementerian ESDM.

Dalam beleid anyar tersebut, KKKS diwajibkan untuk memanfaatkan gas flare secara optimal. Hadi bilang, pemanfaatannya dapat dilakukan secara internal, misalkan untuk bahan bakar pembangkit listrik sendiri, ataupun bekerjasama dengan perusahaan lain seperti PT Gasuma Federal Indonesia dan PT Bangkit Bangun Sarana (BBS), badan usaha milik Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, yang bekerjasama dengan kontraktor migas di Tuban untuk menghasilkan liquid petroleum gas (elpiji).

Meskipun ada larangan, kontraktor masih diperkenankan untuk melakukan flaring dengan syarat volume gas tidak melebihi 3% dari gas umpan (feed gas) di lapangan gas bumi, tidak mencapai 5 milion metric standard cubic feet per day (mmscfd) di lapangan minyak, tidak lebih besar 0,3%  dari pemasukan gas bumi di kilang gas bumi, atawa minimal 0,8% dari pemasukan minyak bumi di kilang minyak bumi.

Untuk volume gas yang melebihi syarat tersebut, kontraktor diwajibkan untuk melakukan kajian untuk optimalisasi gas tersebut dan melaporkannya ke pemerintah. Kontraktor diberi jangka waktu setahun untuk mempersiapkan perangkat guna mengikuti aturan ini.

Menurut Hadi, peraturan ini sejatinya sebagai penegasan bagi para pengusaha migas agar wajib memanfaatkan gas flare. "Kebutuhan gas meningkat, mulai banyak KKKS mengandeng BUMD setempat untuk bekerja sama menanfaatkan gas flare," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×