kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kontraktor migas dapat insentif PBB dan PPN


Jumat, 15 Februari 2013 / 11:02 WIB
Kontraktor migas dapat insentif PBB dan PPN
ILUSTRASI. Coklat putih


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. Kabar gembira bagi para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) minyak dan gas. Untuk mendorong kegiatan eksplorasi dan produksi, pemerintah memberi insentif kepada mereka dalam bentuk tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) yang rendah  serta pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN).

Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan, pemberin insentif ini untuk meringankan beban pengusaha sehingga dapat mendorong kegiatan eksplorasi. Dia menjelaskan, PBB yang berlaku sekarang sangat ringan, rata-ratanya sekitar Rp 28 per meter persegi. "Tarif ini sudah berlaku dan tujuannya untuk meningkatkan penemuan cadangan migas untuk masa depan," ungkap Jero usai menghadiri rapat kerja SKK Migas, Kamis (14/2).

Insentif berupa keringanan pembayaran PBB diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15/PMK.03/2012 tentang Penatausahaan dan Pemindahbukuan PBB Pertambangan untuk Pertambangan Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Panas Bumi. Aturan ini menyebutkan, objek pajak PBB Migas berupa bumi maupun bangunan di dalam wilayah kerja (WK) yang dimiliki, dikuasai, dan dimanfaatkan KKKS.

Dengan begitu, objek pajak PBB hanya akan dikenakan kepada KKKS sebagai wajib pajak berdasarkan luas tanah dan bangunan yang menjadi kewenangan perusahaan dan tidak lagi dihitung berdasarkan luas WK yang telah diberikan pemerintah kepada KKKS. "Agar kontraktor tidak memiliki tanah banyak sehingga  bisa lebih efisien," ujar Jero.

Hanya yang dibebaskan

Bambang Yuwono, Kepala Divisi Manajemen Risiko dan Perpajakan Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjelaskan, luas tanah yang menjadi objek pajak kontraktor hanya tanah yang telah dibebaskan. "Dulu dari luas WK, semuanya dihitung, termasuk yang masih milik masyarakat kena," ujar dia.

Namun demikian, ia tidak menjelaskan secara rinci persentase penurunan beban pajak tersebut. Hanya saja, menurut dia, sejatinya besaran PBB yang dikenakan tetap tergantung besarnya nilai jual objek pajak (NJOP) di masing-masing daerah. Nah, berdasarkan hitungannya, tarif rata-rata pajak yang harus dibayarkan pengusaha pada tahun ini mencapai Rp 28 per meter persegi.

Bambang mengambil contoh, di tahun sebelumnya biaya PBB yang kontraktor bisa hingga US$ 20 juta per satu wilayah. Namun, berdasarkan aturan anyar ini beban pengusaha untuk membayar pajak tidak lebih dari US$ 1 juta per WK yang dimilikinya.

Sementara insentif pajak lain,  yaitu insentif PPN, diatur dalam PMK Nomor 27/PMK.011/2012 tentang revisi PMK Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakukan PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Bea Masuk.

Belied tersebut menegaskan, kontraktor KKS yang masih dalam tahap eksplorasi bebas biaya PPN untuk setiap produk impor yang telah bebas bea masuk. Bambang menjelaskan, bebas beban PPN tersebut hanya berlaku untuk barang-barang yang belum bisa diproduksi di dalam negeri, tidak memenuhi spesifikasi, ataupun yang jumlah produksinya tidak memenuhi kebutuhan industri.

"Misalnya ketika mendatangkan peralatan pengeboran (rig) dengan harga sewa US$ 1 juta, kalau dulu pengusaha dikenakan US$ 100.000 per unit, padahal ongkos eksplorasi yang harus disiapkan pengusaha saja sudah besar bisa US$ 60 juta," jelas dia.

Selain itu, Bambang bilang, SKK Migas akan kembali mengusulkan insentif soal bebas pajak fasilitas bersama (sharing facilities) bagi perusahaan migas eksplorasi seperti pemakain gedung secara bersama-sama.          

Boks

SATUAN Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan mengirimkan surat edaran kepada para kontraktor minyak dan gas  mengenai Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/25/PBI/2012. Peraturan tersebut tentang Kewajiban  Penarikan Devisa Ekspor yang efektif berlaku mulai Juni mendatang.

Namun, menurut Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini, kewajiban membawa hasil devisa ekspor ke dalam negeri tidak tercantum dalam kontrak production sharing contract (PSC) yang ditandatangani para kontraktor migas.  

Dia bilang, karena itu, pihaknya juga tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada kontraktor KKS yang bandel terhadap Peraturan BI tersebut.

"Kami hanya akan melakukan pendekatan persuasif, dan kami akan mengingatkan mereka lewat surat edaran. Mereka harus diyakinkan, sebab mereka itu sudah terbiasa menaruh devisa ekspornya di bank negara asal mereka," imbuhnya.                                                                        n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×